Minggu, 22 September 2013

Rizal Ramli: Mobil Murah Dahsyat Jika Made in Indonesia



Semarang, [RR1online]
PRO-kontra seputar kebijakan mobil murah ramah lingkungan atau Low Cost Green Car (LCGC) telah mengundang banyak perhatian dari berbagai pihak. Ada yang sekadar berkomentar, ada pula yang coba mengajukan saran untuk solusi terhadap kebijakan LCGC tersebut.

Adalah Ekonom senior Dr Rizal Ramli yang termasuk setuju dengan kebijakan LCGC itu. Rizal Ramli pun memberikan saran sekaligus penegasan yang mengarah kepada kepentingan kemajuan ekonomi Indonesia di Asia. Yakni, ia setuju, asalkan berbasis mobil nasional atau buatan dalam negeri.

Menurut Rizal Ramli, kalau sekadar mobil murah (bukan mobil nasional), apalagi kalau hanya untuk gaya-gayaan, dirinya tidak setuju. “Sebab, Indonesia hanya akan terus menjadi pasar (produsen mobil asing). Kalau mobil nasional murah (made in Indonesia), saya setuju," ujar Rizal Ramli.

Pandangan dan pencerahan tersebut diungkapkan Rizal Ramli yang juga pernah menjabat Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan era Presiden Abdurrahman Wahid itu sesaat setelah memberikan kuliah umum berjudul: "Membangun Perekonomian di Era Asia", di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula). Di hadiri 1000-an mahasiswa baru Unissula, Semarang, Sabtu (21/9/2013).

Dijelaskannya, dengan kebijakan mobil NASIONAL murah, maka sebagian besar komponennya harus dibuat di Indonesia. Dan ini, katanya, akan menimbulkan konsekuensi, yakni pemasok komponen mobil dari luar negeri harus direlokasi ke Indonesia.

Rizal Ramli mengungkapkan, akan sangat  dahsyat ketika LCGC seluruh komponennya dibuat di Indonesia, karena 'cost' yang dibutuhkan tentu semakin murah. “Selain akan membuka kesempatan lapangan pekerjaan, maka tentu 'cost'-nya akan lebih murah apabila diproduksi di Indonesia dibandingkan ketika masih diproduksi di Jepang atau di negara-negara lain," kata Rizal Ramli seperti dilansir majalah perubahan.

Rizal Ramli mengaku akan menjadi orang nomor satu yang akan menolak kebijakan LCGC itu jika ternyata komponen yang digunakan masih banyak disokong oleh produsen asing. Sebab itu, katanya, sangat bisa mengakibatkan defisit transaksi berjalan yang sangat besar lagi.

Sehingga itu, menurut Rizal Ramli yang juga selaku Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP) ini, mestinya pemerintah saatnya merespon positif kehadiran mobil nasional murah saat ini. Sebab dengan mobil nasional yang murah made in Indonesia, itu bisa dipastikan bisa membuat rakyat Indonesia bangga karena setelah berpuluh tahun akhirnya bisa memproduksi mobil dalam negeri dengan harga murah.

Rizal Ramli yang dinobatkan sebagai Capres 2014 paling ideal ini mencontohkan, bahwa Malaysia bisa mengembangkan mobil nasionalnya sejak 10-15 tahun lalu ketika pasar mobil di dalam negerinya mencapai 100.000unit. Begitu pun dengan Korea sejak 20 tahun lalu saat pasar dalam negerinya juga mencapai 100.000 unit. Sekarang, katanya, mobil nasional Malaysia dan Korea malahan sudah menembus pasar Indonesia. Lalu LCGC made in Indonesia kapan…???(map/muis)

Jumat, 13 September 2013

Kemakmuran dan Keamanan Negeri Ini pun Ikut “Defisit”


Jakarta, [RR1online]:
-    MELEMAHNYA nilai rupiah;
-    Melambungnya harga pangan kebutuhan pokok rakyat;
-    “Hilangnya” 5 juta Rumah Tangan Pertanian dalam 10 tahun;
-    Sulitnya nelayan kecil berkembang;
-    Pedihnya nasib TKI/TKW yang berpisah dari sanak-saudaranya;
-    Teganya sejumlah ibu membuang bayinya yang baru dilahirkannya; SERTA
-    Sempat meledaknya bom di beberapa wilayah;
-    Tertembaknya sejumlah aparat kepolisian (Jadi target teroris);
-    Gampangnya terjadi aksi penyerangan di Lapas;
-    Terjadinya saling bentrok sesama aparat TNI/Polri;
-    Munculnya aksi perampokan bersenjata;
-    Mudahnya terjadi konflik antarsuku dan agama di beberapa daerah;
-    Ganasnya tawuran antarkelompok masyarakat, juga anak sekolah
-    dan lain sebagainya

Adalah beberapa contoh nyata dari kondisi Indonesia “terkini“, atau paling tidak telah terjadi selama kurun waktu 9 tahun lebih. Dan jangan bilang, bahwa semua kejadian tersebut di atas adalah terjadi begitu saja tanpa SEBAB..?! Dan jangan katakan, bahwa semua fenomena riil tersebut di atas adalah sebuah konsekuensi logis dari sebuah dinamisasi perjalan zaman yang mengglobal. Jika hal ini yang terlintas di benak, maka itu namanya PEMBIARAN.

Saya sangat sepakat dengan tema yang ditampilkan oleh Jakarta Tivi (JakTV) dalam program dialog: Experience with OSO, pada Senin (9/9/2013). Yakni: “Mengatasi Ancaman Keamanan yang Merugikan Perekonomian”.
Dari tema itu, JakTV secara tidak langsung seakan-akan ingin menegaskan, bahwa sesungguhnya saat ini telah terjadi pula “DEFISIT” terhadap Kemakmuran dan Keamanan di negeri ini.

Artinya, dengan memperhatikan rentetan kejadian seperti tersebut di atas, maka itu tentunya menunjukkan bahwa rakyat kita saat ini sesungguhnya masih amat berkekurangan, bahkan sangat jauh dari istilah KEMAKMURAN. Dan ini saya sebut sebagai “defisit” Kemakmuran, yakni kondisi dari sebuah ekonomi rakyat yang telah “terluka” dan menganga.

Sungguh, rakyat kita masih banyak yang miskin, dan sudah sangat lama menjerit kesakitan karena menahan himpitan dan beban ekonomi yang berat dan menusuk. Mengapa pemerintah hanya bisa bermain angka-angka tanpa bergegas melakukan tindakan yang sangat dinanti-nantikan oleh rakyat kita? BLSM bukan tindakan, karena BLSM bukanlah solusi yang bisa menyembuhkan “luka” himpitan ekonomi mereka yang telah menahun itu.

Nelayan butuh kail, butuh perahu, butuh jaring dan butuh BBM untuk melaut. Petani butuh lahan, butuh bibit unggul, butuh pupuk, dan butuh hand-tractor,- lalu mengapa mereka diberi BLSM? Apakah cuma begini kemampuan pemerintah menyikapi dan “mengobati” luka rakyat miskin yang telah lama terhimpit beban ekonomi?

BLSM justru hanya membuat “defisit kemakmuran” makin lebar dan luas. Sehingga maaf, saya bahkan tidak melihat adanya niat baik dari pemerintah di balik pemberian BLSM itu. Kenapa? Silakan disaksikan sendiri, berapa banyak rakyat penerima BLSM yang harus KEHABISAN WAKTUNYA mengantri berjam-jam hanya untuk mendapatkan Rp.150 ribu? Mengantrinya malah lebih lama daripada menghabiskan uang yang baru diterimanya itu. Ini belum termasuk dengan dampak lainnya, seperti motivasi mereka untuk bangkit tiba-tiba rontok seketika karena dipaksa kembali untuk berada di garis kemiskinan melalui pemberian BLSM.

Saya teringat ketika meliput acara Dialektika Demokrasi yang bertema: “BLSM untuk Kepentingan Rakyat atau Parpol?” di Press-room DPR Senayan, Kamis (16/5/2013). Di sana untuk pertama kalinya Rizal Ramli yang menyebut BLSM adalah ibarat Balsem yang hanya sebagai penghangat sementara, tetapi penyakitnya tetap tak bisa hilang.

Dari kondisi masalah seperti itu juga menunjukkan, bahwa Indonesia memang mengalami “defisit” Kemakmuran yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Jika tidak, maka akan dikuatirkan akan menyusul “defisit” keamanan.
Sebetulnya, saat ini defisit keamanan juga telah terlihat dan sudah terasa. Yakni dengan sempatnya terjadi beberapa kali ledakan bom di sejumlah wilayah, pertumpahan darah akibat konflik antarkelompok dan suku (misalnya di Papua dan di beberapa daerah lainnya). Juga dengan aksi brutal penembakan yang mengakibatkan tewasnya sejumlah polisi dalam waktu yang tidak  bersamaan. Dan apa makna dari semua itu???

Peristiwa penembakan sejumlah polisi tersebut, tentu saja memunculkan rasa tidak aman di tengah-tengah masyarakat, bahwa polisi saja sebagai aparat keamanan malah menjadi korban yang boleh jadi karena defisit  kemakmuran. Dan menurut saya, ini tentu merupakan akibat kelalaian pemerintah yang tak mampu menjamin keamanan warganya, termasuk polisi sekali pun. Pemerintah harus introspeksi diri dan segera secepatnya bertindak mengatasi defisit-defisit yang terjadi di negeri ini..!!!

Jangan memandang remeh kritik dan saran dari Rizal Ramli sebagai Ekonom Senior yang pernah tak dipercaya dalam meramal krisis tahun 1998.  Dan kini Rizal Ramli kembali kuatir adanya gejala krisis dengan menunjuk Quarto-Defisit sebagai dasar terjadinya “defisit” Kemakmuran dan Keamanan. Yakni Rizal Ramli berkali-kali tanpa lelah berteriak agar pemerintah segera mengatasi quarto-defisit tersebut.

“Yakni defisit transaksi perdagangan. Biasanya kita surplus 32 Miliar Dolar AS, 26 Miliar Dolar AS. Tetapi tahun ini kita minus 6 Miliar Dolar AS, termasuk akibat serbuan barang-barang impor,” ujar Rizal Ramli dalam acara dialog: Experience with OSO, di JakTV, yang turut dihadiri pula Panglima Jenderal TNI Moeldoko dan Ketua PBNU KH. Said Agil Siraj, sebagai narasumber , Senin (9/9/2013).

Juga, kata Rizal Ramli, ada defisit transaksi berjalan (current-account). Defisit ini belum pernah terjadi sejelek ini sejak tahun 1998, yakni besarnya mencapai minus 9,8 Miliar Dolar AS. Disusul defisit Neraca Pembayaran (minus) 6,6 Miliar Dolar AS.

Kemudian ini, katanya, diperparah lagi dengan pada kuartal terakhir ini terdapat utang swasta yang jatuh tempo sebesar 27 Miliar Dolar AS. “Itulah yang menjelaskan kenapa Rupiah anjlok. Dan pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah tepat seperti capital-control yang pernah dilakukan oleh Mahatir Muhammad yang membuat Malaysia tidak terluka sedikitpun akibat krisis tahun 1998,” ujar Rizal Ramli.

Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah-langkah tepat, maka Rizal Ramli amat kuatir dengan kondisi ekonomi yang telah berada di lampu kuning saat ini akan berubah mengarah ke lampu merah. “Yang berbahaya buat kita adalah kalau lampu kuning jadi lampu merah. Terutama kalau itu menyangkut nasib rakyat banyak. Sapa pernah berkali-kali katakan  dolar mau gonjang-ganjing naik, mungkin yang kena Cuma sebagian. Tapi kalau harga pangan, akibatnya menjadi sangat tinggi. Itu nanti limbahnya akan jadi tanggungjawab Pangab TNI,” katanya.

Rizal Ramli yang kini mendapat “aliran” aspirasi dari banyak kalangan untuk juga maju dalam Pilpres 2014 ini mengungkapkan, bahwa security (keamanan) dan prosperity (kemakmuran) itu seperti satu koin dengan dua mata sisi. Kalau tidak ada security, tidak mungkin ada prosperity. Tapi kalau tidak ada prosperity, maka itu akhirnya akan jadi masalah di dalam bidang security,” jelas Rizal Ramli di acara yang dipandu oleh Oesman Sapta tersebut.(map/ams)
---------
Inilah acara dialog: Experience with OSO, di JakTV


Selasa, 10 September 2013

Mafia Migas dan ‘Istana Hitam’



Jakarta [RRonline]:
DALAM beberapa pekan terakhir khazanah Bahasa Indonesia seperti mengenal kosa kata ‘baru’, yaitu ‘Istana Hitam’. Kalau merujuk pada dongeng-dongeng karya HC Andersen, istana adalah sebentuk  bangunan mewah dan megah tempat tinggal raja-ratu. Namun karena di belakang frase istana diikuti dengan kata ‘hitam’, maka asosiasi orang pun dengan sendirinya akan berkelana pada hal-hal yang bersifat buruk, bahkan jahat! 

Adalah Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli yang memopulerkan (kembali) kosa kata Istana Hitam jni. “Semua itu seperti sungai-sungai kecil yang masuk ke sungai besar. Muara sungai besar itu akhirnya adalah ‘Istana Hitam’,” ujarnya dalam beberapa kesempatan merujuk pada mulai terbongkarnya skandal kartel di perdagangan komoditas pangan dan mafia Migas.

Sepak terjang mafia Migas yang sangat merugikan rakyat dan negara tidak mungkin hadir tanpa dukungan kekuasaan. Mereka menikmati keuntungan sangat besar di atas penderitaan rakyat dan beban berat APBN. Tertangkapnya Kepala Satuan Kerja Pelaksana Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini hanyalah puncak gunung es. Selain Rudi banyak korupsi serupa yang jumlahnya jauh lebih besar dan meibatkan pejabat yang levelnya lebih tinggi. Karenanya ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk berani memberantas mafia Migas agar rakyat tidak membayar lebih mahal daripada seharusnya.

Menurut ekonom yang gigih dan konsisten mengusung ekonomi konstitusi ini, salah satu contoh benderangnya eksistensi dan praktik mafia Migas adalah proses pengadaan BBM untuk kebutuhan dalam negeri. Sebetulnya sangat tidak masuk akal Indonesia yang produksi minyaknya tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, tapi harus menjualnya ke luar negeri melalui trader. Lucunya, nanti Petral di Singapura membeli kembali dari trader untuk kembali diimpor ke Indonesia. Permainan ini merupakan bagian dari the top of the iceberg. Mereka menaikkan harga yang disepakati dengan selisih US$2-4/barel lebih mahal dibandingkan harga pasar. Makanya mafia Migas ini bisa meraup untung sangat besar, sekitar US$1 milyar/tahun.

Data SKK Migas menyebutkan kebutuhan BBM dalam negeri saat ini ditaksir mencapai 1,3 juta kiloliter (KL). Padahal produksi BBM kurang dari 540.000 barel per hari (bph). Angka ini merupakan produksi minyak kita yang murni menjadi bagian pemerintah. Itu pun tidak semua jatah tersebut bisa diolah menjadi BBM di dalam negeri. Secara total, impor produk minyak yang diimpor Indonesia sekitar 900.000 bph.

‘Tidak masuk akal’ adalah pilihan kalimat yang pas untuk menggambarkan patgulipat di impor minyak/BBM negeri ini. Sebagai salah satu negara penghasil minyak (ingat, dulu bahkan pernah menjadi anggota negara-negara pengekspor minyak/OPC), Indonesia ternyata mengimpor minyak dari Singapura yang tidak menghasilkan setetes pun minyak bumi. 

Tapi kalau ditelusuri lebih lanjut, praktik culas ini ternyata jadi ‘masuk akal’. Asal tahu saja, 85,4% dari 137 konsesi pengelolaan lapangan Migas dimiliki sederet perusahaan asing. Mereka antara lain Chevron, ExxonMobil, TOTAL, Shell, BP, CNOC, dan lain-lain. Jangan kaget, perusahaan nasional hanya mengelola 14,6% saja. Itu pun sebagian besar perusahan lokal tersebut pemodalnya juga asing.

Prosedur pengadaan BBM yang sarat dengan patgulipat inilah yang dipersoalkan Rizal Ramli. Serunya lagi, praktik yang sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia ini telah berjalan teramat lama, puluhan tahun. Memang sempat terhenti sebentar di era Habibie dan Abdurrahman Wahid. Namun setelah keduanya, para tikus kembali berpesta-pora atas restu kucing-kucing yang tidak amanah.

AKUI ADA MAFIA
Syukurlah, walah sangat terlambat, akhirnya kesadaran untuk memperbaiki kesalahan datang juga. Angin segar itu datang dari Menteri ESDM Jero Wacik. Dia menyatakan SKK Migas akan menghapus proses tender minyak mentah dan kondesat bagian negara yang tidak dapat diserap Pertamina. Kelak, seluruh minyak mentah dan kondesat bagian negara akan diberikan kepada Pertamina. Perusahaan pelat merah ini nantinya akan mengelola minyak mentah dan kondesat dengan mekanisme tertentu. Selanjutnya terserah pertamina, apakah akan diatur sendiri, ditukar dengan minyak mentah lain supaya bisa diolah, atau dijual.

Wacik mengakui, mekanisme baru itu dapat meminimalkan potensi penyimpangan dalam proses tender minyak mentah di SKK Migas. Selain itu, mekanisme itu juga dapat mengoptimalkan pengolahan minyak mentah di dalam negeri, untuk mengurangi impor. Ehm, secara implisit pemerintah akhirnya mengakui memang ada mafia Migas dengan segala praktik kotornya.

Bagaimana solusinya? Sejak delapan tahun silam Rizal Ramli getol menyarankan agar Indonesia membangun lebih banyak kilang sendiri. Dengan adanya kilang di dalam negeri, pemerintah tidak perlu lagi mengekspor minyak mentah dan mengimpor kembali setelah menjadi BBM. Dari sini  banyak penghematan yang bisa diraup. Mulai dari ongkos transportasi pergi pulang minyak mentah-BBM, biaya asuransi, dan lainnya. Dia menghitung, sedikitnya akan mampu menekan biaya produksi dan pengadaan BBM hingga 20%. Dan, yang tidak kalah penting lagi, pembangunan kilang sendiri akan meminimalisasi eksistensi para mafia Migas berikut praktik-praktik tidak terpuji mereka.

Satu lagi, pembangunan kilang di dalam negeri akan mengurangi ketergantungan impor BBM. Seiring dengan turunnya impor BBM, dengan sendirinya devisa yang terkuras pun jadi jauh berkurang.  Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, selama Januari hingga Oktober 2011, nilai impor produk migas Indonesia menca­pai US$33,604 miliar atau lebih dari Rp340 triliun. Angka ini naik drastis sebesar 53,99% diban­dingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang US$21,822 miliar. Selama 3 bulan terakhir saja, cadangan devisa sudah berkurang  –US$14,6 miliar. Angka ini melorot tajam jika dibandingkan posisi akhir tahun lalu, yaitu sebesar –US$20 miliar. Sampai 31 Juli 2013 cadangan devisa tinggal US$92,7 miliar. Padahal, sampai akhir Agustus 2011 cadangan devisa tercatat US$124,6 miliar

Tentu saja, angka-angka ini sangat berpengaruh pada fundamental ekonomi makro kita. Indonesia mengalami apa yang disebut Rizal Ramli dengan quatro-deficits sekaligus. Yaitu, Defisit Neraca Perdagangan sebesar -U$6 miliar, defisit Neraca Pembayaran -U$9,8 miliar, deficit Balance Of Payments -U$6,6 miliar pada kuartal pertama 2013, dan defisit APBN plus utang lebih dari Rp2.100 triliun. Ini benar-benar bahaya. Kita harus mencegah  agar Indonesia tidak kembali terpuruk seperti tahun 1998.

Sayangnya, kendati sudah disampaikan sejak delapan tahun silam, pemerintah bagai menutup mata telinganya. Pemerintah tidak mau? Atau, mungkin lebih tepat disebut tidak berani? Memang ada banyak kepentingan yang akan terganggu jika pembangunan kilang minyak dilakukan.
Itulah sebabnya bak pujangga, Rizal Ramli mengatakan,  “Ibarat ikan, yang busuk pasti dimulai dari kepalanya. Kalau mau membenahi industri migas nasional, harus berani membersihkan ‘kepala ikannya’ dulu.”

Pada titik ini, akhirnya ungkapan “sungai-sungai kecil yang masuk ke sungai besar. Muara sungai besar itu akhirnya adalah Istana Hitam” yang  disampaikannya itu seperti menemukan kebenarannya. Kalau korupsi dan suap di sektor Migas hanyalah satu sungai kecil, tentu masih banyak sungai-sungai kecil lainnya. Publik diharapkan belum lupa dengan kasus suap kuota impor sapi. Begitu juga dengan dugaan kartel pada gula, kedelai, dan berbagai komoditas lain, bahkan garam! Semua itu adalah sungai-sungai kecil lainnya yang masuk ke sungai besar dan akhirnya bermuara ke istana hitam. Hmmm… (*)
-------------
Penulis adalah: Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

(Usia SBY dan Utang) Rizal Ramli: Indonesia Mampu Membangun Tanpa Utang

Jakarta, [RRonline]:
KEMARIN, Senin (9/9/2013), akun Twitter @SBYudhoyono, -milik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dibanjiri ucapan selamat ulang tahun. SBY yang lahir pada 9 September 1949 itu, kemarin berulang tahun yang ke-64.

Bertambahnya usia seorang kepala negara tepat di hari ultahnya adalah memang termasuk hal yang patut untuk diberi ucapan selamat. Itu bagus dan tak ada salahnya, karena bisa sebagai pemberi motivasi buat kepala negara agar bisa menjalankan tugasnya untuk rakyat, bukan untuk keluarga dan kelompok sendiri.

Jadi, mari kita memberi selamat ultah bertambahnya usia Presiden SBY untuk sekaligus mengingatkan, bahwa utang negara kita juga kini makin bertambah. Silakan usia Presiden SBY bisa bertambah! Tetapi tolong, utang negara jangan ditambah-tambah lagi..!!

Inilah yang menggelitik, sekaligus yang merisaukan hati banyak orang, termasuk saya. Bahwa usia manusia setiap tahun (termasuk kepala negara) hanya bertambah 1 (satu), contohnya Presiden SBY dari 63 menjadi 64 saat ini. Tetapi utang negara kita  belum setahun sudah membengkak dan bertambah sekitar Rp.200 Triliun. Ini berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat-LKPP Desember 2012 yang menyebutkan utang negara (saat itu) adalah Rp.1.850 Triliun. Dan saat ini, posisi utang negara kita malah sudah mendekati Rp.2.100 Triliun.

Usia Presiden SBY memang bertambah, tetapi di sisi lain itu sesungguhnya berkurang sebagai manusia. Dan ini sama persis dengan kondisi negara kita, yakni utang bertambah, dan di sisi lain aset negara berupa tanah dan kekayaan sumber daya alam kita malah makin berkurang karena sudah banyak yang dikuasai oleh pihak swasta negara asing. Jadi tolong, Tuan Presiden, utang negara kita jangan ditambah-tambah lagi..!!

Karena dua hal di atas (utang dan aset kekayaan alam kita itu) adalah merupakan sebuah malapetaka buat anak-anak cucu di negeri ini. Dan saat ini sudah sangat menjadi ancaman yang menggelisahkan. Kasihan seluruh rakyat saat ini (terutama rakyat miskin) sangat mengharap agar dapat disejahterakan secepatnya.

Saya setuju dengan pemikiran Ekonom Senior Rizal Ramli yang mengatakan, bahwa sesungguhnya negara ini bisa dijalankan tanpa perlu berutang dari luar negeri, dengan cukup memanfaatkan potensi yang dimiliki sendiri oleh negara kita.

“Volume APBN kita semakin besar saja, tapi tidak kunjung menyejahterakan rakyat. Padahal, dengan volume  APBN yang berkisar Rp 1.800 triliun, seharusnya rakyat bisa hidup lebih baik dan sejahtera. Namun karena minimnya keberpihakan kepada rakyat, maka postur APBN lebih banyak digunakan untuk anggaran yang tidak bersentuhan langsung dengan upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat,” demikian Rizal Ramli dalam keterangan pers kepada wartawan, Senin (9/9), seperti yang dilansir oleh aktual.co.

Di situ disebutkan, sekitar Rp.500 Triliun anggaran APBN dialokasikan untuk belanja modal. Dalam praktiknya, uang itu malah untuk membeli mobil, membangun gedung dan kantor-kantor pemerintah. Padahal, perawatan mobil dan gedung-gedung itu memerlukan biaya sangat besar.

Dan ini saran dari mantan Menko Perekonomian itu, bahwa ke depan, ini tidak boleh lagi terjadi. “Kita akan hentikan (freeze) pembelian mobil dan pembangunan gedung kantor. Kita cukup leasing mobil-mobil dan sewa gedung-gedung untuk perkantoran pemerintah. Dalam hitungan saya, hanya dibutuhkan anggaran Rp.75 Triliun sampai Rp.100 Triliun. Kita bisa hemat hingga Rp.400 Triliun tiap tahun atau sekitar US$40 Miliar. Dana inilah yang kita gunakan untuk membangun jalan-jalan kereta api lintas Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Kita bisa membangun tanpa utang lagi seperti selama ini!” jelas Rizal Ramli yang juga anggota panel bidang ekonomi di PBB ini.

Saran lain yang sekaligus disoroti oleh Rizal Ramli sebagai tokoh yang dinobatkan sebagai capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) ini adalah tentang pembangunan di bidang pertanian yang juga makin merosot.

Masih dari aktual.co. Rizal Ramli menunjuk keberpihakan pemerintah terhadap petani saat ini sangat minim sekali. Alokasi anggaran pertanian di APBN 2014 hanya Rp.14,47 Triliun atau 2,1%. Sebagai negara agraris, idealnya alokasi anggaran pertanian di APBN 10%.  Padahal, pada 2013 Kementan mendapatkan alokasi anggaran mencapai Rp16,38 Triliun. Sebagai pembanding, pada periode 1981-1984 anggaran Departemen Pertanian mencapai 17% dari total APBN. Di sisi lain, anggaran perjalanan dinas pada 2004 hanya Rp.4 Triliun, naik lima kali lipat lebih menjadi Rp.23 Triliun pada 2013.

Menurut Rizal Ramli, ini adalah bicara soal keberpihakan. Para pejabat kita yang menganggap nasionalisme sebagai hal usang, memang tidak peduli dengan penting dan strategisnya kedaulatan pangan.Buktinya, tegas Rizal, itu tampak pada tidak adanya program dan kebijakan yang berpihak pada petani.

“Sekali lagi, keberpihakan kepada petani, bukan pada pertanian. Penyediaan bibit yang unggul tidak memadai, pembangunan waduk dan irigasi, pupuk dengan harga terjangkau, dan kebijakan harga (pricing policy) yang menguntungkan petani. Tapi di Indonesia kebijakan harga seperti itu dianggap tabu, karena tidak sesuai dengan neolib yang menyerahkan segala sesuatunya kepada mekanisme pasar. Semua itu berakar pada ketiadaan nasionalisme pada level kebijakan,” ungkap Rizal Ramli yang kini namanya mulai disandingkan cocok dengan Jokowi untuk maju pada Pilpres 2014 oleh banyak pihak, terutama kalangan akademisi, buruh dan aktivis.(map/ams)

Senin, 09 September 2013

“Bisul Nakhoda” Itu Makin Parah? Jangan Diabaikan!


Jakarta [RR
online]:
KONDISI
negeri ini sesungguhnya sudah parah dan saat ini malah sedang menuju ke titik yang lebih sangat parah lagi.  Mulai dari masalah Pengelolaan ekonomi (nilai Rupiah yang melemah) dan keuangan negara yang mengalami defisit. Seperti yang diungkapkan berkali-kali oleh mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, bahwa saat ini negara sedang mengalami defisit quatro yang meliputi:
1. Defisit Neraca Perdagangan (minus) 6 Miliar Dolar AS;
2. Defisit Neraca Berjalan (minus) 9,8 Miliar Dolar AS;
3. Defisit Neraca Pembayaran (minus) 6,6 Miliar Dolar AS.

Dan juga dengan masalah utang luar negeri yang sangat membebani Indonesia, yakni mencapai sekitar Rp.2.100 Triliun. Hingga kepada masalah korupsi yang terus pula dilakukan oleh para pejabat beserta para kroninya.

Masalah-masalah tersebut adalah bukti yang sangat jelas-jelas menunjukkan, bahwa negeri kita saat ini ibarat “Kapal Perahu” yang sedang berlayar. Kelihatan memang sangat tenang berjalan, tetapi sesungguhnya perahu ini sedang menuju suatu lubang pusaran yang mengerikan dan bahkan amat mengerikan.

Khusus masalah korupsi. Sejauh ini sudah sangat jelas pula memperlihatkan, bahwa Presiden SBY sangat “patut dikasihani” karena diduga kuat sedang mengalami “bisul”. Gejala bisul ini sudah nampak sekali menonjol, meski tertutupi dengan “kain tebal”.

Coba deh.. dibayangkan ketika seseorang mengalami bisul yang sudah amat lebar “membiru” dan bernanah (baunya pun sudah tercium), sementara orang yang terkena bisul ini juga diam-diam saja. Tentu ini dikuatirkan bisa berakibat fatal karena dapat menjalar ke sekujur tubuhnya. Apakah kita tak merasa kasihan? Sehingga itu, sangat tak pantas jika “bisul” itu didiamkan. Harus segera mengambil langkah “penyelamatan”…!!!

Ya.., nama SBY saat ini sudah beberapa kali sempat disebut-sebut dalam persidangan korupsi. Banyak pihak yang kini mulai menyoroti ini. Selain Rizal Ramli sebagai tokoh oposisi yang giat menyerukan perang terhadap koruptor, sejumlah LSM juga kini ikut mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan yang mendalam soal keterkaitan Presiden SBY dengan beberapa kasus mega korupsi di tanah air.

Misalnya, dalam kasus dugaan korupsi impor beras pada Perum Bulog, impor Migas Pertamina, jual beli minyak mentah Petral, impor daging sapi, suap SKK Migas, dan kasus korupsi proyek Hambalang.

“Nama orang-orang dekat dan bahkan Presiden SBY sendiri sudah sering disebut-sebut terkait dengan berbagai kasus mega korupsi. Ini bukan lagi sekadar rumor, tapi fakta persidangan yang harus segera didalami oleh KPK,” demikian penegasan Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), Danil’s, Selasa (3/9/2013), melalui beritabarak.blogspot.com.

Dari berbagai kasus dugaan korupsi tersebut, kata Danil’s, ada potensi kerugian negara hingga puluhan triliun rupiah. “Ini bukan saja persoalan korupsi, tapi sudah menyangkut martabat dan kedaulatan negara. Dimana nama seorang kepala negara disebut-sebut dalam persidangan korupsi,” lontarnya.

Karenanya, Danil’s berharap, KPK harus segera mendalami fakta yang mengemuka dalam persidangan. “KPK jangan berlindung di balik kalimat ‘dua alat bukti’, tapi panggil Sengman dan orang-orang yang diungkap Ridwan Hakim dalam persidangan, kemarin. Konfrontir pernyataan Ridwan itu dengan semua pihak yang disebutkannya. Kami jamin KPK didukung penuh oleh rakyat, jadi tidak perlu takut menggaruk semua pihak yang terlibat dalam berbagai kasus mega korupsi. Sekalipun yang terlibat itu adalah Presiden SBY,” tandasnya.

Senada dengan itu, pengamat politik The Indonesian Reform, Martimus Amin, menilai borok Presiden SBY sudah semakin tajam tercium. Juga sebuah LSM yang mengatasnamakan diri Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (Galak) pun menyatakan setuju jika KPK segera mengamputasi “borok” (bisul) Presiden SBY.

Masih menurut beritabarak.blogspot.com. Dari keterkaitan nama SBY dalam kasus Hambalang yang terpapar jelas dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Juga dari kesaksian Ridwan Hakim dalam persidangan yang mengungkapkan nama Sengman, pengusaha utusan Presiden SBY yang menerima uang Rp.40 miliar dari PT.Indoguna Utama, adalah sudah cukup memperlihatkan bahwa SBY diduga kuat memang sedang mengalami “bisul”, dan sepantasnya untuk segera diperiksa.

“Borok Presiden SBY semakin hari semakin parah”, ujar Kepala Staf Investigasi dan Advokasi Galak, Muslim Arbi, mengutip pernyataan Martimus Amin.

Selain itu, beritabarak.blogspot.com juga menulis, bahwa sebuah sumber menyebutkan, pada 23 Mei 2011 pagi sekitar pukul 07.00 WIB, Nazaruddin sudah ada di pendopo ruang tunggu di kediaman Presiden SBY di Puri Cikeas. Menurut sumber yang menyaksikan pertemuan tersebut, Presiden SBY sangat marah, sampai dua kali menggebrak meja.

Gebrakan pertama terjadi setelah Nazaruddin mengatakan, Ibas pernah menerima uang darinya yang diambil dari kas partai, yakni tanggal 29 April 2010 sebesar US$500 ribu.  Pada hari yang sama, Ibas juga menerima kiriman sebesar US$100 ribu.

Lalu gebrakan kedua terjadi hingga menyebabkan meja terpelanting, yakni setelah Nazaruddin menyebutkan Ani Yudhoyono pun menerima uang dari dirinya sebesar US$5 juta, yang berasal dari kas Partai Demokrat, dan itu merupakan pemberian Pertamina (demikian dikutip dari cahayareformasi.com).

Sebagai Koordinator Eksekutif Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM), Muslim Arbi juga berharap, agar KPK dapat menelusuri indikasi kejahatan “penggadaian” kekayaan sumber daya alam berupa Migas sepanjang pemerintahan Presiden SBY kepada asing.

Sebab, katanya, GNM mencatat setelah kehadiran SBY di Sidang APEC di Santiago Chili pada 20-21 November 2004, dan sempat melakukan pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat George Walker Bush, Blok Cepu dikelola oleh Exxon Mobil asal Amerika Serikat (AS).

Pun ketika Dirut Pertamina, Widya Purnama, gigih dan tegas mengatakan Pertamina mampu mengelola dan menjadi operator Blok Cepu, namun setelah itu pada 08 Maret 2006 dia malah diganti oleh Arie Soemarno. Dan beberapa hari usai persetujuan Blok Cepu dikelola oleh ExxonMobil, Menlu AS, Condoleezza Rice, pada 14 Maret 2006 langsung berkunjung  ke Indonesia.

Dan tentunya, masih banyak lagi yang bisa dijadikan indikasi yang amat jelas, bahwa “Kapal Perahu” yang bernama Indonesia ini memang kelihatannya tenang berjalan, tetapi sesungguhnya perahu ini sedang menuju sebuah lubang pusaran yang sangat mengerikan. Karena “Nakhoda” perahu itu saat ini sangat diduga kuat sedang mengalami “bisul”. Kasihan.., demi keselamatan bersama, terutama bagi seluruh penumpangnya, maka “bisul nakhoda” itu harus segera diperiksa. SEKARANG!!!(map/ams)

Sabtu, 07 September 2013

Ternyata Masih Diimpor: Kelapa dan 27 Kebutuhan Pangan lainnya


Jakarta, [RR
online]
KETIKA
diketahui bahwa Indonesia adalah negeri yang subur dengan pertanian dan perkebunannya, tetapi malah selama ini untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat di negeri ini ternyata masih bergantung pada negara luar.

Sehingga saya menilai, bahwa upaya pemerintah dalam menyukseskan program swasembada pangan hingga kini masih sering diakhiri dengan kata “PAYAH”. Strategi-strategi yang dijalankan dengan menggunakan anggaran yang tak sedikit, boleh dikata masih “mandul”. Karena hingga saat ini pun Indonesia ternyata masih belum bisa lepas dari “ketergantungan” impor terhadap kebutuhan pokok di dalam negeri.

Bahkan yang amat menyedihkan, sebagian besar komoditas ternyata masih dipasok dari negara luar, meski sebenarnya tak sulit mendapatkannya dari petani lokal, seperti kelapa, singkong, jagung, kopi dan lain sebagainya.

Seperti yang dilansir oleh bisnis liputan6, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), berikut ini adalah 28 komoditas pangan yang biasa dikonsumsi sehari-hari ternyata masih DIIMPOR DARI NEGARA LUAR, kurun Januari sampai medio April 2013 :
1. BERAS
Nilai impor sampai April : US$ 90,07 juta
Volume impor sampai April : 167,51 juta Kg
Negara asal: Vietnam, Thailand, Pakistan, India, Amerika Serikat, dan lainnya.

2. JAGUNG
Nilai impor sampai April : US$ 275,8 juta
Volume impor sampai April : 897,35 juta Kg
Negara asal : India, Brasil, Paraguay, Argentina, Amerika Serikat

3. KEDELAI

Nilai impor sampai April : US$ 312,9 juta
Volume impor sampai April : 502,02 juta Kg
Negara asal : Amerika Serikat, Malaysia, Argentina, Ukraina, Kanada dan lainnya

4. BIJI GANDUM

Nilai impor sampai April : US$ 771,43 juta
Volume impor sampai April : 2 miliar Kg
Negara asal : Australia, Kanada, India, Amerika Serikat, Singapura dan lainnya.
5. TEPUNG TERIGU
Nilai impor sampai April : US$ 28,22 juta
Volume impor sampai April : 62,2 juta Kg
Negara asal : Srilangka, India, Ukraina, Turki, Vietnam dan lainnya.
6. GULA PASIR
Nilai impor sampai April : US$ 15,5 juta
Volume impor sampai April : 25,9 juta Kg
Negara asal : Thailand, Malaysia, Australia, Selandia Baru, Korea Selatan dan lainnya.
7. GULA TEBU
Nilai impor sampai April : US$ 500,4 juta
Volume impor sampai April : 930,8 juta Kg
Negara asal : Thailand, Brasil, Australia.

8. DAGING SEJENIS LEMBU

Nilai impor sampai April : US$ 46,2 juta
Volume impor sampai April : 9,9 juta kg
Negara asal : Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Singapura

9. JENIS LEMBU

Nilai impor sampai April : US$ 53,76 juta
Volume impor sampai April : 18,34 juta Kg
Negara asal : Australia

10. DAGING AYAM

Nilai impor sampai April : US$ 72,24 ribu
Volume impor sampai April : 26,27 ribu Kg
Negara asal : Malaysia
11. MENTEGA
Nilai impor sampai April : US$ 24,42 juta
Volume impor sampai April : 5,9 juta Kg
Negara asal : Selandia Baru, Belgia, Australia, Perancis, Belanda dan lainnya
12. MINYAK GORENG
Nilai impor sampai April : US$ 27,03 juta
Volume impor sampai April : 30,58 juta Kg
Negara asal : India, Malaysia, Vietnam, Thailand, Amerika Serikat
13. SUSU
Nilai impor sampai April : US$ 226,8 juta
Volume impor sampai April : 64,21 juta Kg
Negara asal : Selandia Baru, Amerika Serikat, Australia, Belgia, Filipina

14. BAWANG MERAH

Nilai impor sampai April : US$ 12,73 juta
Volume impor sampai April : 26,98 juta Kg
Negara asal : Vietnam, Thailand, India, Filipina dan Myanmar
15. BAWANG PUTIH
Nilai impor sampai April : US$ 75,35 juta
Volume impor sampai April : 108,56 juta Kg
Negara asal : China dan India
16. KELAPA
Nilai impor sampai April : US$ 290,9 ribu
Volume impor sampai April : 326,5 ribu Kg
Negara asal : Thailand, Singapura, Filipina dan Vietnam

17. KELAPA SAWIT

Nilai impor sampai April : US$ 1,74 juta
Volume impor sampai April : 3,24 juta Kg
Negara asal : Malaysia, Papua Nugini dan Kepulauan Virgin

18. LADA

Nilai impor sampai April : US$ 1,98 juta
Volume impor sampai April : 131,69 ribu Kg
Negara asal : Vietnam, Malaysia, Belanda, Singapura.
19. TEH
Nilai impor sampai April : US$ 11,26 juta
Volume impor sampai April : 7,91 juta Kg
Negara asal : Vietnam, India, Kenya, Iran, Srilangka

20. CENGKEH

Nilai impor sampai April : US$ 1,43 juta
Volume impor sampai April : 143,9 ribu Kg
Negara asal : Madagaskar, Mauritius
21. KAKAO
Nilai impor sampai April : US$ 19,45 juta
Volume impor sampai April : 7,52 juta Kg
Negara asal : Ghana, Pantai Gading, Papua Nugini, Malaysia dan Kamerun
22. CABE KERING
Nilai impor sampai April : US$ 5,91 juta
Volume impor sampai April : 4,93 juta Kg
Negara asal : India, China, Thailand, Korea Selatan dan Spanyol
23. CABE AWETAN
Nilai impor sampai April : US$ 789, 7 ribu
Volume impor sampai April : 805,7 ribu Kg
Negara asal : Thailand dan China
24.TEMBAKAU
Nilai impor sampai April : US$ 180,33 juta
Volume impor sampai April : 37,5 juta Kg
Negara asal : China, Turki, Brasil, Filipina dan India
25. UBI KAYU
Nilai impor sampai April : US$ 29,53 ribu
Volume impor sampai April : 101,6 ribu juta Kg
Negara asal : Vietnam
26. KENTANG
Nilai impor sampai April : US$ 12,9 juta
Volume impor sampai April : 19,71 juta Kg
Negara asal : Australia, Kanada, China dan Inggris.
27. KOPI
Nilai impor sampai April : US$ 19,46 juta
Volume impor sampai April : 8,41 juta Kg
Negara asal : Vietnam, Brasil, Italia dan Amerika Serikat dan lainnya.
28. GARAM
Nilai impor sampai April : US$ 30,44 juta
Volume impor sampai April : 665,3 juta Kg
Negara asal : Australia, India, Jerman, Selandia Baru, Singapura.

Mengutip data dari BPS, di sana terlihat data bahwa hingga Juni 2013, nilai impor semua kebutuhan pokok seperti tersebut di atas sudah mencapai US$.15.636.019.963. Angka ini menunjukkan nilai yang telah “disumbang” oleh Indonesia buat kemajuan negara luar itu.

Menyikapi hal ini, mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menyebutkan, penguasaan impor produk pangan oleh pengusaha besar tertentu telah menimbulkan sistem kartel yang sangat merugikan rakyat Indonesia. Akibatnya, rakyat Indonesia harus membayar bahan kebutuhan pokok bisa sampai 100 persen lebih mahal.

Rizal Ramli pun menyayangkan pemerintah kurang all out dan kurang tajam menindaki masalah ini, yang seolah-olah kartel ini bukan masalah yang membebani rakyat. Dan pemerintah jika serius dengan program swasembada pangan, maka lakukan langkah-langkah yang berbobot, seperti berdayakan petani dan nelayan sebagai ujung tombak kebutuhan pangan di negeri ini!(map-ams)

Senin, 02 September 2013

Cara Kembalikan Rupiah ke Level Aman


Jakarta, [RR1online]
DENGAN kondisi ekonomi yang tak menentu seperti saat ini, membuat bangsa makin terhimpit, terutama rakyat miskin. Sehingga itu pemerintah perlu didesak agar segera  mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar AS.

Ekonom senior, DR. Rizal Ramli tak hanya melakukan kritik terhadap pemerintah yang kenyataannya memang sangat terlambat mengambil tindakan-tindakan terhadap masalah ini.

Menurutnya, agar nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa kembali ke level yang secara psikologi aman, maka pemerintah disarankan melakukan kontrol terhadap aliran modal.

“Kalau berani, lakukan parcial capital control seperti yang dilakukan Mahatir Muhammad di Malaysia pada waktu krisis 1998. Aliran modal keluar dikontrol,” ujar ekonom senior DR Rizal Ramli di Jakarta, Rabu malam (28/8).

Selain itu, lanjut mantan Menko Perekonomian ini, agar nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa kembali ke level yang secara psikologi aman, maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih agresif untuk mengurangi impor.

Apabila hal ini, katanya, dilakukan maka defisit transaksi berjalan atau current account deficit bisa berkurang setengahnya menjadi minus 5 Miliar Dolar AS dari yang ada saat ini sebesar minus 9,8 Miliar Dolar AS.

Tidak lupa, lanjut penasehat ekonomi PBB ini, yang juga penting dilakukan adalah menerapkan pembatasan impor produk pangan melalui sistem tarif.

Disebutkannya, saat ini rakyat kecil selalu menjadi korban. Mereka tidak tahu apa-apa tetapi harus menanggung kenaikan harga pangan akibat melemahnya nilai tukar rupiah karena sistem kuota yang selama ini ditempuh menyediakan ruang bagi kartel pangan.

Sebaliknya, menurut Rizal Ramli, dengan sistem tarif, kartel di sektor pangan bisa dihapuskan sehingga harga pangan pun malah turun dan bukannya naik dengan dolar. Di lain sisi, katanya, produksi pangan dalam negeri hendaknya harus ditingkatkan.

“Saya tidak paham ada pemimpin yang mendapat (gelar) doktor dalam bidang pertanian tapi pertanian kita hancur, budget untuk sektor pertanian berkurang,” lontar Rizal Ramli seraya menegaskan pentingnya memasukkan eksport revenue ke dalam sistem perbankan.(pru-map/ams)

Minggu, 01 September 2013

Nyaris tak Ada “Getar”, Jangan-jangan Istana Cuma Banyak “Gertak”?

Kategori: Opini*
[RR1online]
EKONOMI di negeri ini sedang terseok-seok, harga kebutuhan pokok naik tak terkendali, nilai Rupiah terkapar di hadapan Dolar AS. Di saat sulit seperti ini, harusnya pemerintah bergegas mengeluarkan jurus pamungkas untuk menyelamatkan rakyat yang sedang mengalami ketidakpastian terhadap kondisi yang kurang menguntungkan ini.

Terutama, Presiden SBY harusnya segera bertindak, buktikan bahwa tuan presiden adalah pemimpin milik rakyat, bukan milik kelompok atau partai tertentu. Kalau perlu, untuk sementara waktu, hentikan urusan Partai Demokrat (PD) yang nampaknya lebih berhasil diutamakan melalui gelaran konvensi-nya daripada masalah ekonomi bangsa. Karena, rakyat saat ini sesungguhnya lebih menunggu gerakan kepedulian dari pemerintah terhadap masalah-masalah bangsa yang lebih mendesak untuk segera diatasi.

Akhir-akhir ini, sungguh tugas yang seharusnya berada dalam skala prioritas sebagai seorang presiden, malah nampaknya tidak mampu ditampilkan secara maksimal dan optimal oleh SBY, yakni dengan “membiarkan” perhatian publik tersedot ke masalah konvensi. Padahal, ada masalah yang lebih penting dan sangat mendesak untuk mendapatkan solusi dalam waktu dekat, yakni menstabilkan nilai rupiah ke posisi yang tidak lagi melemah seperti saat ini.

Apakah pemerintah tidak mendengar keluhan dan kesusahan dari rakyat miskin yang selama ini sedang terrhimpit masalah ekonomi? Atau apakah pemerintah tidak mengetahui dampak buruk yang ditimbulkan ketika negara ini gagal mengurusi masalah ekonomi bangsanya?

Maaf jika saya mulai banyak menduga-duga, yakni ketika telah banyak persoalan yang mendera di negeri ini namun tak kunjung jua bisa dituntaskan sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat, bahkan persoalan satu belum selesai, persoalan lainnya pun bermunculan. Sehingga, tuan Presiden, jangan salahkan saya sebagai rakyat tuan jika selalu bersuara dan meneriaki masalah-masalah yang belum tuan selesaikan! Dan biarkan saya untuk tetap menduga-duga ketika masalah selalu hadir secara misterius!

Dugaan saya yang pertama, adalah terkait dengan nilai rupiah yang hingga kini masih juga melemah, dan sampai hari ini pula belum bisa dipulihkan oleh pemerintah. Pemerintah bahkan dengan sadar mengakui bahwa nilai rupiah yang melemah itu adalah masalah besar, tetapi anehnya, presiden malah membiarkan konsentrasinya pecah kepada urusan konvensi di partainya. Padahal, salah satu penyebab melemahnya rupiah itu boleh jadi adalah juga karena parpol penguasa akhir-akhir ini sedang sangat “sibuk” dengan urusan konvensi calon presiden untuk 2014. Pasar jadi geger..?!

Sehingga, dugaan saya yang kedua, adalah jangan-jangan istana selama ini cuma banyak melakukan “GERTAK= Gerakan Cinta Keluarga/Kelompok-nya” saja dibanding harus melakukan dua “GETAR= Gerakan Cinta Rupiah” dan Gerakan Cinta Rakyat. Jika istana tak ingin disebut “Main Gertak”, maka sebaiknya segera lakukan dua GETAR tersebut dengan tidak mengutamakan urusan di luar tugas selaku presiden.

Gerakan Cinta Rupiah yang didesak sejumlah elemen masyarakat, menurut ekonom senior Rizal Ramli, adalah termasuk gerakan yang oke-oke saja untuk bisa mendongkrak sentimen positif di tengah terus anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar, asalkan gerakan itu diawali dari dalam istana.

“Saya setuju tapi harus dimulai dari istana. Dari keluarga istana mulai tukarkan Rupiahnya. Jadi, kasih contoh pada elit yang lain. Tapi yang paling penting sampai Desember Current account deficit itu harus berkurang setengahnya,” kata Rizal Ramli dalam diskusi live Prime Time News di MetroTV, Rabu malam (28/8/2013).

Menurut Rizal Ramli yang kini selaku Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARuP) ini juga meminta agar pemerintah hendaknya segera sadar untuk tidak sekali-kali mementingkan keluarga atau kelompok sendiri. Sebab, sebagai Presiden, SBY harus bisa memperlihatkan keseriusannya mengatasi masalah ekonomi saat ini, dengan mengutamakan kepentingan rakyat Indonesia dari pada kepentingan keluarganya atau kelompok tertentu.

Sehingga, untuk menepis anggapan atau dugaan saya (dan juga sesungguhnya dugaan banyak orang) bahwa istana lebih banyak “main Gertak”, maka sebaiknya istana segera melakukan Gerakan Cinta Rakyat (GETAR) dengan memunculkan kebijakan-kebijakan yang tidak bertele-tele yang diduga mengandung unsur politis dan lain sebagainya.

Gerakan Cinta Rakyat (GETAR) adalah gerakan yang sangat dibutuhkan saat ini dari pihak istana. Sebab, merekalah (rakyat) yang menjadi korban paling pertama ketika krisis ekonomi melanda. Sehingga itu, sebelum krisis menghantam (gejalanya sudah ada di depan mata), maka pemerintah didesak dan sangat  diharapkan agar tidak lagi terlambat mengambil langkah yang justru akan menimbulkan krisis yang lebih parah lagi, yakni hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah saat ini.

Ketika kepercayaan ini telah hilang, maka jangan salahkan rakyat apabila menyimpulkan bahwa jangan-jangan selama ini istana memang hanya lebih doyan melakukan “GERTAK” yang tidak mampu menimbulkan “GETAR” untuk kesejahteraan bangsa di negeri ini. Dan maaf jika saya salah menduga..!!!
--------------
Disadur dari: Kompasiana