Rabu, 30 Oktober 2013

Sejak Dulu Kadin Cuma Jadi “Kamar Dingin”. Makanya Lahir Kadin Perjuangan

[RR1online]:
DARI Orde Baru (Orba) hingga pada era reformasi saat ini, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih hanya cenderung dijadikan sebagai batu loncatan oleh para elit atau pengurusnya untuk mendapatkan proyek-proyek benilai gede. Dari situ tak jarang terjadi lobi-lobi dan persekongkolan anggaran dalam pembahasan di tingkat DPR.

Selanjutnya, siapa yang mampu menyuguhkan fee tebal, atau yang memiliki hubungan khusus (keluarga atau kerabat) dengan kepala daerah/kepala negara atau pejabat-pejabat berpengaruh lainnya, maka dipastikan dialah yang mendapat proyek tersebut.

Dan ini kemudian dimudahkan dengan munculnya calo-calo proyek seperti Bunda Putri, yang berperan sebagai sosok pionir yang diyakini mampu memuluskan urusan guna mendapatkan proyek sebagaimana yang diharapkan. Asalkan dapat didahului dengan deal-deal, maka tentu mantaplah langkah selanjutnya. Sedangkan pengusaha yang tak mampu atau enggan (pantang) melalui “proses” seperti itu tentunya harus lebih banyak gigit jari saja.

Soal pertimbangan layak (mampu) atau tidaknya mengerjakan proyek tersebut adalah urusan kedua belas buat para pengusaha yang hanya memburu keuntungan. Sehingga, tak usah heran jika proyek-proyek infrastruktur (seperti: jalan, jembatan, gedung perkantoran, sekolah, dan lain sebagainya) tak sedikit dikerjakan secara asal-asal tanpa memperhatikan kualitasnya.

Namun jika sudah seperti itu, maka akan memunculkan urusan ketiga belas, yakni pekerjaan rampung tetapi cepat rusak atau tidak dimanfaatkan sebagaimana penggunaannya. Misalnya, pembangunan terminal transportasi umum-darat atau pembangunan pasar di beberapa daerah seusai diresmikan malah tak difungsikan sebagaimana mestinya, lalu menjadi bangunan tua. Bahkan ada sejumlah pekerjaan yang terbengkalai atau tidak dirampungkan pekerjaannya karena pihak pelaksana kehabisan anggaran, yang memang sebelumnya telah tersedot untuk membayar fee sejumlah pihak.

Di sisi lain, Kadin sebagai organisasi pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang perekonomian, juga lebih banyak berposisi sebagai tamu di negeri sendiri. Kadin tak berkutik di hadapan pemerintah. Apa yang dikatakan dan yang menjadi selera pemerintah, maka itu pula yang diikuti dan dituruti oleh para petinggi Kadin. Termasuk ketika pemerintah lebih memilih untuk menyerahkan pekerjaan atau penguasaan lahan usaha bagi pihak (pengusaha) dari negara asing, Kadin tak bisa protes. Seakan jika berani protes, maka tak ada jatah proyek untuk para elit Kadin.

Sejauh ini, saya telah menghabiskan banyak waktu sebagai orang yang pernah aktif di dunia jurnalistik dengan sambil mengamati kondisi secara dekat, yang nampaknya memang selama ini telah terbangun sebuah kondisi “pembagian wilayah bisnis” — (lihat diagram 1 di bawah ini), yakni terdapat wilayah bisnis Kadin (A) dan wilayah bisnis pengusaha Asing (C).


Dari pengamatan saya menunjukkan, pemerintah (penguasa/pejabat) nampaknya telah mampu menciptakan  “lahan bisnis”, yakni dengan membuat “gerhana parsial” dari kedua lingkaran wilayah bisnis yang ada tersebut. Dari diagram 1 di atas, wilayah “gerhananya” (B-warna biru) cukup lebar yang menunjukkan sebagai “lahan basah” yang kiri-kanan-dan bawah OK. Dan inilah mungkin salah satu alasan mengapa banyak figur yang sangat bernafsu berlomba-lomba berpartai untuk menjadi penguasa daripada menjadi seorang pengusaha. Contohnya yang terjadi di Banten.

Diagram 1 di atas juga sekaligus secara amat sederhana dapat menjawab kebingungan kita tentang mengapa kondisi ekonomi umat di negeri ini masih tidak mengalami kemajuan signifikan. Meski memang banyak faktor lain yang mengakibatkan mengapa ekonomi bangsa ini tidak mengalami kemajuan, tetapi faktor-faktor lain itu cuma teori.

Karena pada kenyataannya, ekonomi negara yang subur ini telah dikondisikan oleh pemerintah seperti pada diagram 1 tersebut di atas. Yakni porsi jatah proyek dan penguasaan usaha untuk negara asing lebih besar dibanding jatah proyek untuk Kadin (itu pun cuma lebih banyak dinikmati oleh para elit Kadin). Kemudian perhatikan jatah buat rakyat (D) yang porsinya sangat kecil.

Porsi rakyat ini, misalnya dapat berupa bansos, bantuan permodalan UKM dan lain sebagainya. Namun porsi ini pun tak jarang dikebiri oleh oknum pemerintah maupun swasta yang tak bertanggung-jawab. Pernah dengar bansos disunat? Atau apa pernah mengetahui adanya pihak atau oknum karyawan bank yang juga ikut meminta fee atas pencairan modal usaha rakyat (nasabah)? Seperti itulah…!

Dan kondisi seperti ini sebetulnya sudah berlangsung sejak dulu, bahkan telah menjadi “budaya” yang sangat terpelihara di negeri ini. Sungguh, selama kondisi itu (seperti yang tergambar pada diagram 1 tersebut) tetap berlangsung, maka selama itu pula korupsi masih tetap terjadi.

Kadin sebetulnya sangat mengetahui jika selama ini telah terjadi kondisi ekonomi dan iklim usaha yang sangat tidak sehat (seperti kondisi pada diagram 1 tersebut). Tetapi Kadin tidak berani “melawan”, karena lagi-lagi ketergantungan para elite Kadin kepada pemerintah sangatlah besar. Harusnya Kadin berani “melawan” dengan segera melakukan terobosan mendasar. Misalnya, menentang keras seluruh regulasi maupun undang-undang yang dinilai justru bisa melemahkan ekonomi bangsa, lalu menyodorkan solusi-solusi yang dianggap lebih mampu mengangkat derajat ekonomi umat di negeri ini.

Sayangnya, para elite Kadin selama ini pula hanya kelihatannya lebih mendahulukan kepentingan dan urusannya sendiri-sendiri, yakni dengan melakukan pendekatan dan menjalin hubungan kekerabatan kepada para penentu kebijakan. Sementara pengusaha yang tergabung sebagai anggota atau pengurus biasa di Kadin (bukan elite), adalah terkesan hanya formalitas untuk pemenuhan syarat administrasi guna bertahan hidup, bukan kepada arah pengembangan bisnis usaha agar dapat menjadi lebih baik.

Selanjutnya, Kadin seharusnya bisa menciptakan dan menata kondisi baru yang lebih berpihak kepada seluruh anggotanya, karena dengan begitu juga sekaligus dapat dikatakan telah berpihak kepada rakyat. Sayangnya, Kadin pimpinan Suryo Bambang Sulisto (SBS) justru memecat sejumlah anggotanya. Padahal anggota-anggota tersebut diyakini sangat potensial untuk melakukan terobosan dan perubahan mendasar. Lalu dari sinilah terbaca ketidakmampuan SBS memimpin Kadin sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri, terutama dalam pasal 3 dan pasal 7 dalam undang-undang tersebut.

Bukan cuma itu, dengan kondisi ekonomi bangsa dan negara yang berantakan serta tak jelas ke mana arahnya seperti saat ini adalah juga sekaligus menunjukkan, bahwa peran dan fungsi SBS di Kadin selama ini tidaklah maksimal, bahkan terindikasi hanya menyenangkan sejumlah pihak saja, termasuk menyamankan pemerintah/penguasa dan pejabat lainnya. Sehingga, di tangan SBS dan para pendahulunya nampaknya hanya membuat Kadin ibarat sebagai “Kamar Dingin= Kadin” yang begitu menyejukkan bagi para penguasa (bukan pengusaha yang tergabung dalam Kadin).  Misalnya dengan leluasanya dilakukan kegiatan impor dan lain sebagainya.

Dengan memahami seluruh kondisi ekonomi yang sangat tidak sehat saat ini, dan dengan mengetahui ketidakmampuan SBS menerapkan Undang-undang No.1 tahun 1987 tersebut, serta hanya seakan membuat Kadin sebagai Kamar Dingin yang sejuk dan hanya memanjakan pihak tertentu saja, maka tentu kita akan segera memahami apa sebetulnya yang menjadi keinginan Oesman Sapta Odang (OSO) serta Setiawan Djody dkk. Termasuk kita akan memahami mengapa OSO dan Setiawan Djody berhasil membentuk kepengurusan baru dalam Kadin yang lebih solid, kredibel, dan lebih memiliki integritas yang tinggi.

Masih ingat perseteruan dan konflik Megawati Sukarnoputri dalam tubuh PDI beberapa tahun silam? Yang dari situ Megawati tetap tidak terterima dalam PDI karena adanya intervensi dari pemerintah, tetapi kemudian Megawati berhasil membentuk kepengurusan PDI baru yang kemudian dikenal dengan nama PDI-Perjuangan.

Dan nampaknya, Kadin versi OSO juga akan mengalami “kisah” yang sama dengan kisah perseteruan Megawati tersebut, yakni boleh jadi Kadin kubu OSO yang kini dipimpin oleh Rizal Ramli sebagai Ketua Umumnya itu akan berubah nama menjadi KADIN-Perjuangan.

Dan tentu saja, KADIN-Perjuangan ini diyakini akan lebih hidup, karena selain dipenuhi oleh anggota-anggota yang memiliki jiwa perjuangan dan daya terobosan yang kuat, juga karena memang melalui Munas telah resmi dinakhodai oleh Rizal Ramli sebagai sosok yang tangguh dalam langkah-langkah dan pergerakan perjuangan perekonomian bangsa.

Selanjutnya, saya pun yakin, KADIN-Perjuangan yang dipimpin oleh mantan Menko Perekonomian itu pun akan segera melakukan langkah-langkah Perubahan yang lebih jelas dan terarah, yakni dengan membawa dan menjadikan KADIN-Perjuangan sebagai “Kamar Dinamis= Kadin” (bukan Kamar Dingin yang selama ini terjadi). Langkah-langkah perjuangan tersebut salah satunya dengan melakukan perubahan terhadap kondisi “pembagian porsi” ekonomi yang tidak sehat menjadi sangat sehat, misalnya saja pada diagram 2 di bawah ini yang saya sebut sebagai diagram  “tusuk sate”, yang bertindak sebagai “penusuk” dan sekaligus sebagai penopangnya adalah pemerintah. Dan silakan diterjemahkan lalu dibandingkan sendiri dengan diagram 1 dan diagram 2.














Minggu, 27 Oktober 2013

Rizal Ramli Sah Ketum Kadin: Sebuah Babak Baru untuk Pulihkan Ekonomi Indonesia yang Babak Belur

Jakarta, [RR1online]:
MESKIPUN Rizal Ramli tidak pernah bermimpi apalagi membayangkan dirinya untuk menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), namun Rizal Ramli akhirnya tak bisa menolak ketika 27 pengurus Kadinda dari 33 provinsi se-Indonesia beserta 25 asosiasi yang tergabung sebagai Anggota Luar Biasa, menunjuknya secara aklamasi sebagai Ketua Umum Kadin periode 2013-2018 dalam Munas VII yang diselenggarakan pada 21-23 Oktober 2013, di Hotel Manhattan, Jakarta.

“Saya sangat berterima kasih atas dukungan teman-teman Kadinda, asosiasi, Dewan Pertimbangan, Dewan Penasihat, dan juga panitia yang telah bekerja keras menyelenggarakan Munas hingga bisa berjalan sesuai dengan amanat UU No. 1/1987 tentang Kadin dan AD/ART Kadin,” ucap Rizal Ramli saat berpidato setelah terpilih. Seperti dikutip waspada.co.id.

Karena itu, Menteri Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini pun menyatakan, bahwa jabatan Ketum Kadin ini adalah sebagai amanah dari para peserta Munas dan pengusaha di seluruh Indonesia. Sehingga itu, Rizal Ramli bertekad untuk membawa Kadin menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

“Kita akan fokus menjadikan Kadin sebagai wadah pengusaha yang bermartabat, berwibawa, dan disegani untuk Indonesia yang lebih baik,” ujar Rizal Ramli disambut tepuk-tangan riuh dari seluruh peserta Munas Kadin tersebut.

Rizal Ramli mengajak agar Munas VII Kadin ini dapat dijadikan sebagai momentum hari kebangkitan Kadin dan Indonesia secara umum. Ke depannya Rizal Ramli juga berharap agar Kadin dapat lebih fokus mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan bagi terciptanya iklim usaha yang fair, transparan, dan bersih dari korupsi seperti suap-menyuap.

Nampaknya, Ekonom Senior ini meminta agar tidak boleh lagi Kadin dijadikan alat bagi para elitnya untuk memperoleh proyek-proyek pemerintah, apalagi jika sampai menjilat dan melakukan persekongkolan monopoli usaha dengan pemerintah untuk mendapatkan keuntungan. Sebab, tentu saja itu diyakini akan justru membuat Kadin ini menjadi organisasi yang tidak berwibawa, yang pada akhirnya pun menjadi tidak disegani.

Dari pengamatan langsung saya di lapangan selama aktif sebagai seorang jurnalis sejak tahun 1990-an hingga sekarang selaku penulis, memang menunjukkan bahwa, citra pengusaha (terutama kontraktor) di mata banyak masyarakat tidak jarang dipandang ke hal-hal negatif yang bisa membuat wibawa kontraktor tersebut hilang dan tidak disegani.

Yakni, semua orang tentu sudah tahu, bahwa ada image masyarakat yang telah terbentuk selama ini yang kerap menyimpulkan bahwa setiap kontraktor bisa dengan mudah mendapatkan proyek anggaran menengah hingga nilai besar itu adalah karena adanya dua faktor. Yaitu, selain karena kontraktor yang bersangkutan adalah keluarga dan kerabat penguasa atau pejabat berpengaruh, juga adalah karena dilalui dengan cara-cara yang tidak fair, misalnya dengan melakukan sogok antara pengusaha kepada penguasa (atau bisa pula dilakukan kepada keluarga, kerabat dekat penguasa).

Contoh dekatnya adalah yang terjadi pada dugaan suap kasus daging sapi impor, yang melibatkan elit kader PKS itu, lalu memunculkan sejumlah nama seperti Sengman, Bunda Putri yang disebut memiliki hubungan dekat dan khusus dengan Presiden SBY.

Atau dengan dugaan kasus Korupsi SKK Migas, Proyek Hambalang, Wisma Atlet, pengadaan Helikopter, Damkar, pengadaan sarung, dan bahkan proyek pengadaan al-Quran serta lain sebagainya pun tak luput dari persekongkolan antara pengusaha dan penguasa yang sudah pasti mengarah kepada kegiatan korupsi.

Hal-hal semua itulah kiranya yang akan dihilangkan oleh Rizal Ramli selaku Ketua Umum Kadin, khususnya dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Dan itu sudah diawali dengan telah ditandatanganinya Pakta Integritas Anti-Korupsi (PIAK) pada Munas VII Kadin, di  Hotel Manhattan-Jakarta, Selasa (22/10). Penandatanganan PIAK itu sendiri dilakukan oleh Ketua Umum Kadin Rizal Ramli, Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Oesman Sapta Odang, dan Ketua Dewan Penasehat Kadin Setiawan Djody, dan disaksikan langsung Abraham Samad selaku Ketua KPK.

Hal lain yang akan dilakukan Rizal Ramli, tentunya adalah mengenai buruh dan pengusaha yang ingin disinergikan  demi kemajuan ekonomi Indonesia. Rizal Ramli ingin menjadikan pengusaha dan buruh sebagai pendamping setia yang harmonis, bukan pihak yang harus diposisikan berhadapan sebagai lawan. Sebab, katanya, jika sinergi ini bisa diwujudkan, maka perekonomian Indonesia akan mampu tumbuh di atas 10 persen dan menjadi salah satu raksasa Asia. Sehingganya Rizal Ramli mengharapkan tak ada lagi pembenturan antara buruh dan pengusaha.

Selain itu, Rizal Ramli tak ingin lagi adanya kebijakan ekonomi, khususnya perdagangan yang keliru yang dapat memaksa harga kebutuhan pangan menjadi tinggi yang mengakibatkan rakyat justru mengalami kesulitan atas kebijakan-kebijakan yang keliru tersebut. Rizal Ramli tentunya ingin mengatakan, bahwa seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan itu adalah demi memberi kemudahan dan rasa nyaman buat rakyat, bukan malah lebih mempersulit lalu justru memberi kemudahan dan keuntungan sepihak bagi kelompok-kelompok tertentu.

Kekeliruan lain dari kebijakan yang tak henti-hentinya disoroti Rizal Ramli sejauh ini, adalah tentang gemarnya  pemerintah mempertahankan sistem kuota impor yang justru berhasil melahirkan kelompok-kelompok kartel yang malah merugikan bangsa dan rakyat Indonesia. Dan ini, menurut Rizal Ramli, sangat buruk karena pada saat yang bersamaan, kartel-kartel inilah yang mendikte dan mempermainkan harga untuk memperoleh keuntungan sangat besar, –yang tentunya sebagian keuntungan itu mereka gunakan untuk menyogok pejabat-pejabat korup. Dan inilah yang terjadi selama ini.

Sehingga itu, Rizal Ramli berkeinginan agar Kadin pada periode ini harus benar-benar berjalan secara utuh menurut fungsi dan perannya. Salah satunya adalah dengan melibatkan Kadin secara aktif dalam pembuatan kebijakan yang menyangkut dunia usaha serta mengenai permasalahan dan perkembang ekonomi bangsa.

Keinginan Rizal Ramli untuk Kadin dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan itu menurut saya sangatlah beralasan. Yakni, dengan memperhatikan Undang-undang No.1 Tahun 1987 Tentang Kamar Dagang dan Industri. Di antaranya, Menimbang: ….pada huruf c.”…..diperlukan adanya Kamar Dagang dan Industri yang merupakan wadah pembinaan untuk meningkatkan kemampuan profesi pengusaha Indonesia dalam kedudukannya sebagai PELAKU-PELAKU EKONOMI NASIONAL, dan sebagai wadah penyaluran aspirasi dalam rangka KEIKUTSERTAANNYA dalam pelaksanaan pembangunan di bidang ekonomi berdasarkan DEMOKRASI Ekonomi sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;”

Kemudian diperkuat lagi dalam Bab IV Fungsi dan Kegiatan, yakni pada pasal 7 huruf c. “PENYALURAN ASPIRASI dan KEPENTINGAN para pengusaha di bidang perdagangan, perindustrian, dan jasa dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan di bidang ekonomi”

Pemikiran saya, andai Kadin sebelumnya bisa berjalan sesuai harapan Rizal Ramli saat ini, maka saya juga yakin, ekonomi Indonesia tidak bakalan BABAK BELUR seperti sekarang, yang membuat ekonomi kita pun jadi lemah dan lemas tak berdaya.

Sayangnya, pemerintah sekarang sepertinya sok pintar dan sok jago, lebih “senang jalan sendiri”. Di saat bersamaan, ini diperparah lagi oleh Kadin sebelumnya yang juga sok berwibawa dan hanya tahu “Yes..Yes..” aja. Sehingga kondisi inilah yang kemudian memudahkan anggaran negara mengalami banyak defisit, lalu pemerintah pun tanpa mau ambil pusing hanya langsung mengambil langkah menaikkan harga BBM dan bahkan dengan menambah utang negara yang kini sudah makin membengkak. Sungguh sebuah pemikiran yang sangat dangkal…?!

Sehingga itu, tidak sedikit kalangan masyarakat yang menaruh keyakinan, bahwa dengan terpilihnya Rizal Ramli sebagai Ketua Umum Kadin yang sah hasil Munas kemarin, itu adalah sekaligus sebagai sebuah babak-baru untuk memulihkan ekonomi Indonesia yang saat ini sedang babak-belur.

Keyakinan ini pun sangat beralasan, bahwa menjabat sebagai Menko Perekonomian saja Rizal Ramli mampu berbuat banyak meski dalam waktu singkat, maka tentulah diyakini akan lebih mampu lagi sebagai Ketua Umum Kadin. Selain itu juga, karena Rizal Ramli adalah bukan sosok yang berasal dari parpol mana pun.

““Mengutip pepatah Sulawesi Selatan, saya ingin menyampaikan, sekali layar terkembang, pantang biduk kembali pulang. Kita akan fokus menjadikan Kadin sebagai wadah pengusaha yang bermartabat, berwibawa, dan disegani untuk Indonesia yang lebih baik,” pungkas Rizal Ramli disambut tepuk tangan meriah peserta Munas VII Kadin. Seperti dilansir rakyatsulsel.com.

Selamat bekerja buat para pengurus Kadin yang baru periode 2013-2018. Permasalahan dan tantangan di depan masih terlalu berat, semoga Tuhan senantiasa melindungi dan memberi kekuatan kepada Rizal Ramli beserta seluruh anak bangsa lainnya, yang karena tak henti-hentinya berjuang untuk kemaslahatan umat banyak di muka bumi pertiwi ini. Amin..!!!!>map/ams

———–

SALAM PERUBAHAN…!!!

Rabu, 09 Oktober 2013

OSO: Hanya Orang Tak Jujur yang Tak Setuju Rizal Ramli


Jakarta, [RR1
online]:
MENANGGAPI
penilaian dari pihak-pihak tertentu yang menganggap Kadin hasil Rapimnas Bali (27-28 September 2013) yang lalu adalah sebagai para pemimpi, Oesman Sapta Odang (OSO) merasa perlu mengklarifikasi penilaian tersebut. OSO menyatakan, justru bermimpi saat ini lebih baik lalu diusahakan agar kelak mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Justru yang buruk adalah, bila hal-hal yang dibanggakan sejauh ini ternyata hanya malah menjadi bagian dari mimpi-mimpi yang tidak pernah terwujud.

“Sekali lagi saya tegaskan, kita di sini semua tidak ingin menjadi Ketum Kadin. Saya tidak, Pak Rizal tidak, Pak Setiawan Djodi juga tidak. Kita ingin mengangkat orang yang benar-benar pantas menjadi Ketum Kadin, yang bisa menjadikan Kadin berwibawa dan bermanfaat bagi seluruh pengusaha, khususnya pengusaha daerah dan UMKM, bukan jadi alat para pengurus dan elitnya belaka,” tegas OSO selaku Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Oesman Sapta Odang (OSO) saat jumpa Pers Kadin di Ballroom Mutiara Hotel JW Marriott, Jakarta, Jumat (4/10/2013).

Didampingi Setiawan Djodi selaku Ketua Dewan Penasehat Kadin, OSO menegaskan, Rizal Ramli adalah sosok ekonom senior kelas dunia. Indonesia membutuhkan pemimpin  yang paham dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi yang melilit bangsa ini. Rizal Ramli adalah orang yang tepat untuk itu.

Karena keahlian dan kematangan Rizal Ramli, kata OSO, sampai-sampai Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) pun merasa sangat perlu menunjuk Rizal Ramli sebagai penasehat ekonomi. “Kadin terlalu kecil buat dia (Rizal Ramli). Tapi lebih kecil lagi yang menjadi lawannya. Jabatan Ketum Kadin diterima Rizal Ramli pada Rapimnas itu diikuti dengan syarat, yakni hanya sampai mengantarkan diselenggarakannya Munas Kadin akhir Oktober ini saja. Jadi, jangan sampai ada orang yang menuduh Rizal Ramli berambisi menjadi Ketua Umum Kadin,” tegas OSO.

OSO bahkan menekankan, bahwa hanya orang-orang tidak jujur yang tidak setuju Rizal Ramli menjadi Ketua Umum Kadin. Kadin bukan lagi level Rizal Ramli karena sudah pernah menduduki dua jabatan menteri sekaligus (Menko Perekonomian dan Menteri Keuangan, red). “Kalau nanti setelah Ketum Kadin kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia, nah.. itu baru benar. Soalnya, Indonesia membutuhkan ekonom yang paham dan terbukti mampu menyelesaikan bermacam  problem ekonomi bangsa. Jadi, jangan ada dusta di antara kita lah,” lontar OSO serius disambut tepuk tangan wartawan dan sejumlah Pengurus Kadin hasil Rapimnas di Bali, 27-28 September 2013 yang lalu, dalam jumpa Pers tersebut.

Terpilihnya Rizal Ramli sebagai Ketua Umum Kadin hasil Rapimnas di Bali tersebut membuat sejumlah pihak menilai secara dangkal, bahwa Rizal Ramli tidak akan mampu membawa Kadin lebih baik karena bukan seorang penguasa.

Pandangan ini sangat jelas tidak ingin mengakui secara jujur, dan mungkin lupa bahwa Rizal Ramli sukses membenahi organisasi dan bisnis Bulog dalam waktu amat singkat. Juga menyelamatkan PT IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang kemudian berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI). Lalu menyelamatkan PLN yang secara teknis sudah bangkrut karena asetnya hanya Rp52 triliun, modalnya minus Rp9 triliun, dan utangnya Rp29,6 triliun. Dalam tempo sangat singkat, Rizal Ramli mampu mempersembahkan aset PLN melambung menjadi Rp202 triliun, modal naik pesat menjadi Rp119,4 triliun tanpa menyuntikkan serupiah pun modal pemerintah.

Bukan cuma itu, Rizal Ramli ketika di kabinet sebagai menteri juga konsisten mengusung ekonomi konstitusi dengan gigih, yang dibuktikan dengan  prestasi gemilangnya mempersembahkan untuk negara sebesar Rp5 triliun dari Indosat dan Telekom untuk menambal APBN yang jebol. Hebatnya, lagi-lagi duit itu diperoleh tanpa harus menjual selembar pun saham PT Telkom dan Indosat.

Tidak hanya sampai di situ, Rizal Ramli dalam waktu yang sangat singkat pula toh masih sempat memperlihatkan kemampuannya menghentikan rush yang melanda Bank Internasional Indonesia (BII). Meski waktu itu Bank Dunia dan IMF sudah menyarankan agar pemerintah melikuidasi BII dengan biaya sekitar Rp4 triliun-Rp5 triliun, namun itu ditolaknya mentah-mentah. Lalu kala itu Rizal Ramli hanya mengambil langkah terobosan sendiri yang terbukti bisa menjadi solusi, lagi-lagi tidak sekeping pun duit pemerintah yang harus dikeluarkan untuk menyelamatkan BII ketika itu.

Begitu pun saat menjabat sebagai Komisaris Utama PT Semen Gresik, Rizal Ramli mampu memperlihatkan kinerja yang amat signifikan. Lalu dari situ kemudian muncul sebuah ironi, Rizal Ramli yang berprestasi membawa BUMN itu malah dipecat karena hanya sebuah idealisme yang diperjuangkannya untuk kepentingan bersama.

“Tapi itu semua masa lalu. Saya ingin mengajak semua pihak, khususnya mantan Ketum Kadin sebelumnya, Saudara Suryo Bambang Sulisto (SBS) dan kawan-kawannya, untuk tidak terlalu mempersoalkan masa lalu. Mari kita melihat masa depan. Mari kita sama-sama membangun Kadin yang lebih berwibawa dan punya kontribusi penting bagi Indonesia secara keseluruhan,” ujar Rizal Ramli yang kini sedang dipersiapkan oleh sejumlah tokoh nasional berpengaruh untuk maju sebagai Capres 2014.>map/ams

Selasa, 01 Oktober 2013

Penunjukan Rizal Ramli, Momen Kebangkitan Ekonomi Bangsa


Kategori: Opini*
Jakarta [RR1online]:
AKIBAT dari banyaknya persoalan negara, mulai dari kondisi ekonomi yang masih memburuk, utang negara yang terus membengkak, hingga pada masalah koruptor yang justru terus “dipelihara” oleh negara, membuat harapan rakyat untuk menikmati kemakmuran dan kesejahteraan pun menjadi redup. Tak salah kiranya jika ada ratusan juta rakyat jelata yang saat ini sangat menantikan meletusnya sebuah “revolusi” di negeri ini.

Tetapi, rakyat saat ini akhirnya hanya bisa “diam” karena kelelahan. Lelah menangis, lelah menjerit, serta lelah memohon kepada presiden agar tidak mendahulukan kepentingan kelompoknya saja.

Bahkan sebagian besar lainnya juga nampak sudah lelah berdemo, lelah mengkritik dan lelah mengeluh. Karena meski unjuk-rasa maupun aksi damai dan semacamnya sudah berkali-kali dilakukan guna mendesak presiden maupun pemerintah agar segera menuntaskan seluruh masalah di negeri ini, tetapi presiden malah sering balik mengeluh, alias curhat. Bahkan, presiden tak jarang pula hanya menjawabnya dengan nyanyian melalui sejumlah album lagu yang telah dirilisnya.

Namun, di saat harapan rakyat jelata mulai meredup, dan ketika para aktivis juga sudah mulai kelelahan dan kehabisan jurus, tiba-tiba dari Pulau Dewata  terdengar kabar Ekonom Senior DR. Rizal Ramli ditunjuk aklamasi sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) “yang baru”, yakni dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin, di Hotel The Stone Kuta-Bali, Sabtu (28/9/2013).

Selain Rizal Ramli, peserta Rapimnas itu juga sepakat dan bulat menunjuk Setiawan Djodi sebagai Ketua Dewan Penasihat, dan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Kadin.

Beberapa bulan terakhir ini, Kadin memang sedang mengalami kemelut akibat Suryo Bambang Sulisto (SBS) dinilai “mandul” selaku ketua umum. Banyak program kerja yang menjadi keputusan Munas tidak mampu dijalankannya karena hanya lebih banyak bergerak secara individual.

Bukan cuma itu, SBS juga dinilai tidak bijak dan tidak profesional dengan lebih memperlihatkan sikap egoisme dan arogansinya sebagai ketum Kadin. Di antaranya, ia (SBS) tak ingin diperingati ataupun dikritik. Siapa saja yang mengritiknya, langsung dicopot. Dan beberapa pengurus DPP dan DPD Kadin pun sudah ada yang dipecat oleh SBS dari keanggotaan Kadin tanpa diikuti dengan peringatan lebih dulu.

Sedangkan, salah satu keputusan Munas 2010 (dari 41 butir keputusan) yang hingga kini belum dilaksanakan oleh SBS, menurut Ketua Kadin Provinsi DI Yogyakarta yang dipecat Nur Achmad Affandi, yakni mengenai pemberdayaan ekonomi daerah melalui pembangunan infrastruktur, pengembangan investasi, dan pembinaan usaha di daerah. Serta pengurus Kadin juga diwajibkan untuk mengadakan pengembangan kapasitas pengusaha daerah melalui berbagai pelatihan-pelatihan. “Namun hingga saat ini, hal itu tidak dilakukan oleh pengurus Kadin yang diketuai Bambang,” kata Nur, seperti dilansir tempo.co.

Sehingga, dengan memperhatikan semua itu, dan demi menyelamatkan Kadin sebagai organisasi “penggerak ekonomi” bangsa, maka keputusan Rapimnas di Bali yang menunjuk Rizal Ramli sebagai Ketum Kadin yang baru pun tak dapat dihindari.

Menurut saya selaku pengamat sosial, budaya dan politik, penyelenggaraan Rapimnas di Bali tersebut sama sekali tak bisa ditunjuk sebagai langkah ke “kamar politik”. Sebab, Kadin memiliki “kamar” sendiri dengan tujuan yang jelas sebagaimana dituangkan di pasal 8 dalam Keppres No.17 Tahun 2010.

Dalam Keppres tersebut dengan jelas disebutkan bahwa: Kadin bertujuan mewujudkan dunia usaha nasional yang kuat, berdaya cipta dan berdaya saing tinggi, dalam wadah Kadin yang profesional di seluruh tingkat dengan:
a. membina dan mengembangkan kemampuan, kegatan dan kepentingan pengusaha Indonesia, serta memadukan secara seimbang keterkaitan antara potensi ekonomi nasional di bidang usaha negara, usaha koperasi dan usaha swasta, antar-sektor dan antarskala, dalam rangka mewujudkan kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan tertib berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ;

b. menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang kondusif, bersih dan transparan yang memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara efektif dalam pembangunan nasional dalam tatanan ekonomi pasar dalarn percaturan perekonomian global.

Jadi, sangat keliru dan amat berlebihan jika Rapimnas tersebut dinilai telah memasuki “kamar politik”. Apalagi, Rizal Ramli, Setiawan Djodi dan Oesman Sapta Odang saat ini tidaklah memiliki “baju” partai politik.

Malah dengan ditunjuknya Rizal Ramli sebagai ketum Kadin bersama kedua tokoh pengusaha sukses tersebut adalah sebagai bukti, bahwa seluruh peserta Rapimnas di Bali itu amat memahami kandungan “mukadimah” paragraf pertama dalam Keppres No.17 Tahun 2010 tersebut.

Mukadimah itu adalah: “Pengusaha Indonesia menyadari sedalam-dalamnya bahwa dunia usaha nasional yang tangguh merupakan tulang punggang perekonomian nasional yang sehat dan dinamis dalam mewujudkan pemerataan, keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam upaya meningkatkan ketahanan nasional dalam percaturan perekonomian regional dan internasional”.

Olehnya itu, peserta Rapimnas Kadin di Bali tersebut sama sekali tidaklah keliru menunjuk Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian itu, sebagai Ketua Umum mereka (Kadin) yang baru. Sebab justru pada momen seperti inilah mereka sangat meyakini, bahwa Rizal Ramli adalah sosok yang mampu membangkitkan perekonomian bangsa kita yang saat ini memang sedang mengalami masa suram.

Namun saya juga tidak menyalahkan jika ada pemikiran yang mengarahkan hal ini ke ruang politik, karena mendekati Pemilu 2014. Tetapi, pandangan seperti itu amat berlebih-lebihan, dan saya anggap itu sebagai ketakutan yang luar biasa.

Sebab, bagi saya, ada banyak hal yang justru lebih patut diwaspadai dan dicemasi saat ini. Yaitu masalah fondasi ekonomi Indonesia yang  masih rapuh, juga dengan persoalan korupsi yang hingga kini masih terus berlangsung, dan entah kapan itu semuanya bisa dituntaskan….?!!?

Saya lebih sependapat dengan statement mantan Ketum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii), yang ikut menyatakan mendukung penuh atas didaulatnya Rizal Ramli selaku Ketua Umum Kadin yang baru melalui Rapimnas tersebut. “Saya setuju, ini suatu revolusi,” ujar Buya Syafii, di Jakarta, Minggu malam (29/9/2013), seperti dilansir rmol.co.

Di mata Buya Syafii, Rizal Ramli dapat berbuat banyak bagi kemajuan perdagangan dan industri di Indonesia.“Beliau (Rizal Ramli) punya pengalaman, keberanian, dan diyakini bisa merubah pola pembangunan kita,” ungkap Buya Syafii seraya mengaku tidak mempersoalkan hubungan Kadin di bawah pimpinan Rizal Ramli dengan pemerintahan yang ada. Sebab, menurutnya, justru pemerintahlah yang harus menyesuaikan diri dengan keberadaan Kadin.

-----------
*Sumber :  Kompasiana

Di Tangan Rizal Ramli, Kadin Diyakini Menjelma Jadi “Kadin Perjuangan”


Jakarta, [RR1online]:
MARI sama-sama menengok, betapa kondisi ekonomi Indonesia masih saja tetap rapuh dan merosot hingga saat ini. Dan mari sama-sama merenungi, bahwa sesungguhnya bukan hanya pemerintah saja yang harus bertanggungjawab dengan kondisi ekonomi tersebut, tetapi salah satunya adalah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) juga patut “ditinjau” ketika dinilai “mandul” dalam mengemban tugasnya.

Sehingga tak keliru, jika sebagian besar pengurus Kadin saat ini sedang melakukan upaya “perjuangan untuk perubahan” di tubuh organisasi yang dihuni oleh para pengusaha profesional tersebut. Mereka tak ingin diam ketika mengetahui kondisi ekonomi jadi “terpuruk” seperti saat ini namun tak ada terobosan yang bisa dilakukan oleh ketua umum Kadin.

Berharap dapat mengambil langkah terobosan untuk sama-sama mengatasi masalah ekonomi di negeri ini, ketua umum Kadin justru melakukan pencopotan sejumlah pengurus DPP juga DPD Kadin. Sehingga mayoritas pengurus Kadin pun menilai, bahwa ketua umum Kadin tak punya itikad baik dalam mengemban organisasi yang beranggotakan para pelaku pembangunan tersebut.

Sederhananya, selama dipimpin oleh Suryo Bambang Sulistiyo (SBS), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dinilai telah banyak mengalami kemunduran yang amat memprihatinkan. Sehingga sebagai wujud mengatasi keprihatinan tersebut, sekaligus demi mengembalikan peran dan fungsi Kadin seperti sebagaimana yang diharapkan, maka sebagian besar pengurus elit Kadin se-Indonesia pun menggelar Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional), di Hotel The Stone Kuta-Bali, Sabtu (28/9/2013).

Melihat kondisi tersebut maka Kadin hasil Munaslub akan mengambil peranan yang signifikan demi menyelamatkan organisasi. Rapimnas sebagai ajang konsolidasi menjelang Munas merupakan solusi terbaik dalam mengatasi kekisruhan di tubuh Kadin saat ini.

Rapimnas ini merupakan wujud konsolidasi yang mengarah ke langkah selanjutnya, yakni Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang rencana akan dilaksanakan pada Oktober 2013 mendatang di Jakarta.

Ketua pengarah Rapimnas, Azwir Dainitara mengungkapkan beberapa alasan penting agar Munaslub Kadin segera secepatnya dilaksanakan. “Rapimnas ini didasari pada fakta perekonomian nasional yang semakin parah dan memburuk, karena Kadin selama ini sudah tidak mampu dan diintervensi pihak-pihak tertentu,” ujar Azwir yang juga anggota Komisi VII DPR RI. Seperti dilansir sindonews.com

“Kadin yang sudah kita bubarkan sudah tidak lagi membawa aspirasi daerah. Sebab perekonomian yang semangatnya otonomi daerah kan harus kembali ke daerah, ternyata dia (SBS) tidak mampu melaksanakan program-program untuk pengembangan daerah,” tegasnya.

Azwir mengklaim, dukungan dari berbagai daerah untuk Munaslub dengan agenda pemilihan ketua umum baru Kadin semakin menguat dengan kehadiran 23 pengurus daerah Kadin se-Indonesia.

Azwir juga membenarkan tentang adanya keprihatinan para pengurus DPD yang menilai peran Kadin nyaris tidak terlihat dan tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dengan pengambil kebijakan.

Bahkan, katanya, dalam beberapa kegiatan penting baik secara nasional maupun internasional, seperti KTT-APEC di Bali, peran Kadin tenggelam dan SBS lebih banyak bermain secara individual. “Dia (SBS) naik karena ada kekuatan tertentu, setelah dua tiga tahun memimpin tidak mampu ya kita ganti. Kita tidak mencari kesalahan orang, ini untuk perbaikan perekonomian nasional,” tegasnya.

Dalam Rapimnas Kadin di Bali itu, selain memilih Setiawan Jodi sebagai Ketua Dewan Penasehat Kadin, dan juga Oesman Sapta Odang selaku Ketua Dewan Pertimbangan Kadin, terdapat pula 23 DPD secara bulat dan aklamasi menunjuk Ekonom Senior DR. Rizal Ramli selaku Ketua Umum hingga Munas ke-7 yang akan diselenggarakan pada Oktober 2013 mendatang.

Dan dengan terpilihnya Rizal Ramli, Sang Tokoh Nasional paling Reformis ini sebagai Ketua Umum Kadin setidaknya melukiskan sebuah optimisme, bahwa Kadin sebentar lagi akan berubah menjadi “KADIN PERJUANGAN” yang diyakini mampu menuju PERUBAHAN yang lebih baik.

Bagaimana tidak, boleh jadi di benak segenap peserta Rapimnas itu juga merupakan alasan mengapa harus Rizal Ramli yang ditunjuk sebagai Ketua Umum Kadin. Yakni, kalau hari ini Indonesia juga sangat membutuhkan sosok Rizal Ramli untuk dimajukan sebagai Capres, maka mengapa “kita” (peserta Rapimnas) tidak memilih dia (Rizal Ramli) sebagai ketua umum agar Kadin bisa diselamatkan dari “krisis”?!!

Dalam pidatonya, Rizal Ramli mengaku kaget dan tak menyangka akan didaulat menjadi Ketua Umum Kadin yang baru. “Kadin mestinya bisa menjadi organisasi yang diperhitungkan. Tidak memble seperti sekarang ini. Mari kita benahi, kita rapikan, nanti yang terpilih sebagai ketua umum di Munas silakan,” ajak mantan Menko Perekonomian ini.

Untuk merenggangkan ketegangan otak, Rizal Ramli bahkan sempat melontarkan guyon yang disambut tepuk-tangan riuh dari seluruh peserta. “Kalau ada yang lain gantikan saya sebagai ketua umum (dalam munaslub), maka gantian saya nanti jadi presiden,” tutur Rizal Ramli dengan senyum khasnya yang santai tetapi serius. Seperti dikutip inilah.com.

Rizal Ramli menambahkan, Kadin akan fokus memperjuangkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan kekuatan bisnis nasional , daerah dan rakyat Indonesia.  “Dengan misi seperti itu, Kadin tidak lagi sekadar sebagai organisasi lobby untuk kepentingan bisnis para pimpinan-pimpinannya,” pungkasnya.

Dari pernyataan-pernyataan Rizal Ramli ini, tentu saja terlihat sangat jelas bahwa Kadin dengan kebiasaan-kebiasaan buruknya akhir-akhir ini sebentar lagi akan menjelma menjadi “Kadin Perjuangan”.

Sementara itu di tempat yang sama, Oesman Sapta Odang (OSO) mengaku amat salut dan gembira karena peserta Rapimnas tidak salah memilih Rizal dan Setiawan Jodi. Sebab menurut OSO, keduanya adalah sosok yang memiliki idealisme dan konsep dalam membangun bangsa. “Saya kenal keduanya cukup lama, mereka tidak berfikir soal jabatan. Mereka pikirkan konsepsional ke depan bagaimana membangun sistem perekonomian di Indonesia,” tandasnya.>map/ams