[RR1-online]
DR. Rizal Ramli, adalah tokoh nasional yang tak pernah berhenti berjuang untuk mewujudkan perubahan besar demi kesejahteraan seluruh Rakyat Indonesia. Dan perjuangannya itu sesungguhnya telah dimulai sejak Rizal Ramli masih aktif sebagai mahasiswa, yang dengan tegas melawan Pemerintahan Soeharto yang dinilainya sangat jauh dari harapan Rakyat.
Sehingga sangat keliru jika Rizal Ramli dinilai nanti berjuang ketika mendekati Pemilu 2014 atau hanya untuk mencari-cari populeritas. Sekali lagi, itu adalah penilaian yang amat keliru.
Berikut ini adalah pandangan kritis Rizal Ramli terhadap pemerintahan yang dinilainya tidak pro-rakyat, dalam bahasa “pengujaran” : ---redaksi---
KINERJA makro ekonomi tahun 2010 ke 2011 memang membaik, kemungkinan ekonomi tumbuh di atas enam persen. Tetapi Indonesia menghadapi risiko terkena dampak krisis ekonomi dunia, terutama Eropa. Pemerintahan sangat lemah karena pemimpinnya juga lemah. Indonesia sedang mengalami krisis kepercayaan dan kepemimpinan yang semakin nampak tidak peduli dengan kesusahan rakyat, hanya sibuk mengurus partainya sendiri dan sibuk mengeluh (curhat) dengan kondisinya sendiri, para koruptor leluasa melahap uang negara yang sedianya adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Di samping itu, impor Indonesia makin lama makin besar, ekspor mengalami perlambatan. Akibatnya, surplus transaksi berjalan Indonesia kurang. Ini akan memberi tekanan pada rupiah, rupiah akan melemah. Selain itu, ada potensi kenaikan harga pangan. Karena itu kita ingin peru-bahan pemerintahan secepatnya, perubahan sekarang juga.
Sehingga itu, tentu saya mengajak sebanyak mungkin Rakyat Indonesia untuk melakukan perubahan. Kalau perlu jangan menunggu sampai tahun 2014, sekarang juga harus ada perubahan. Dulu 1,5 tahun yang lalu, saat kita mulai mengatakan harus ada perubahan, dianggapnya itu masih terlalu pagi. Nah, sekarang hampir semua orang ingin perubahan, tetapi dikatakan tak perlu didesak karena masa jabatannya juga sudah hampir usai. Inilah sebetulnya cara berpikir yang memberi keleluasaan kepada pemerintahan yang korup. Tak hanya korup, tetapi juga rezim pendusta, didukung partai pendusta.
Selain itu juga doyan melakukan kekerasan terhadap rakyat sendiri, seperti di Papua, Bima, Lampung. Jadi kalau disingkat Pendusta, Korup dan Kekerasan (PKK). Atau Korup, Pendusta dan Kekerasan (KPK). Jika dibandingkan dengan rezim sebelumnya, maka rezim yang sekarang lebih parah.
Di era Soeharto, jika ada pejabat yang terindikasi korupsi tidak berani muncul di depan publik. Dia bahkan seperti hilang ditelan bumi. Tetapi setelah reformasi, para pejabat kita yang korup berani keluyuran ke sana-ke mari, karena tak ada lagi yang ditakuti.
Di zaman Soeharto, kegiatan KKN itu hanya dilakukan oleh keluarga, kronikroninya dan cukong yang diberi hak bisnis, kesempatan bisnis eksklusif untuk mengembangkan bisnis, terlihat monopoli bisnis dikuasai oleh lingkaran Soeharto. Para pengusaha yang sudah diberi “hak khusus” diharuskan menyumbang ke yayasan, ke Golkar, menyumbang buat beasiswa, dan bahkan untuk kampanye Soeharto. Artinya, mereka (para pejabat) tidak sempat nyolong dari anggaran negara, karena sudah keburu disikat oleh Soeharto. Apalagi memang ketika itu pejabat-pejabat juga tak berani nyolong dari anggaran.
Tetapi sekarang, rata-rata pejabat, oknum aparat dan penegak hukum hingga pengusaha pun pada ‘merampok’ dari anggaran negara. DPR dengan sepengetahuan para menterinya, karena menteri-menteri juga bermain sogokan agar anggarannya bisa disahkan oleh DPR.
Dari situ sudah kepotong 15 hingga 20 persen. Bayangkan jika anggaran pembangunannya Rp.400 Triliun, kalau dipotong 20 persen, mereka bisa mengantongi Rp.80 Triliun. Belum lagi saat proyeknya berjalan, di lapangan akan ada lagi korupsinya 30 persen. Sehingga totalnya jadi 50 persen. Tidak aneh, jika selama kepemimpinan SBY, anggaran bisa naik dua kali lipat, tetapi rakyat tidak merasakan apa-apa secara signifikan. Bahkan rakyat makin susah saja.
Banyak anggaran, tetapi rakyat makin susah, kok bisa? Ya..iyalah, karena sebagian besar anggaran itu sudah di-tilep (digelapkan). Sederhana kok! Kalau kita jalan ke Sumatera, itu bukan melewati jalan, tetapi ‘kolam’, off road terus. Di Jawa sama saja, saya sering keliling ke daerah-daerah.
Untuk mempertahankan kualitas infrastruktur saja tidak mampu. Jangankan membuat jalan baru, membangun irigasi saja belum pernah. Padahal APBN-nya naik 2,5 persen. Harusnya dengan kondisi APBN seperti itu rakyat kecil harusnya jadi sejahtera, tapi kagak tuh. Yang makin sejahtera, yaa.. para pejabat, tokoh-tokoh partai, gubernur dan bupati/walikota.
Kalau zaman Soeharto hal seperti itu “terbatas”, mekanismenya juga beda. Kalau sekarang nyolong dari anggaran. Kegiatan proyek yang bernilai besar maupun kecil mengalir masuk yang dimulai dari istana hitam sampai ke menteri, gubernur, bupati/walikota, camat dan kepala desa/lurah, yang sampai ke rakyat hanya setetes dua tetes saja, atau bahkan tidak ada sama sekali.
Tentang istilah istana dalam hal ini ada dua, yakni istana hitam dan istana putih. Istana putih tempat semua yang baik-baik, yang indah-indah dan normatif dibicarakan. Sedang istana hitam, itu lokasinya tidak jelas. Istana hitam tempat seluruh transaksi gelap dan penyogokan itu terjadi. Rakyat kita diakali, depannya istana putih, belakangnya istana hitam. Karena itulah kenapa sekarang perlu perubahan cepat. Karena untuk mengharapkan pemerintahan sekarang bisa memperbaiki kerusakan yang dibuatnya sendiri tentunya itu mustahil.
Ada pemikiran, katanya jika SBY diganti sekarang, maka biaya atau ongkosnya mahal. Ongkos ekonomi dan sosialnya mahal. Kata siapa? Dan pemikiran seperti ini sangat keliru. Justru kalau tetap mempertahankan SBY sampai tahun 2014 itu mahal banget. Bayangkan, satu tahun saja Rp.80 Triliun. Kalau 2 tahun berarti bisa mencapai Rp.240 Triliun. Belum lagi kerusakan moral atau apa. Saya hitung dari biayanya saja, jika dipertahankan, maka Rakyat Indonesia mengalami kerugian besar.
Rumah Perubahan & Perjuangannya
Akhir tahun 2007, saya bersama teman-teman seperjuangan mendirikan Rumah Perubahan. Tadinya, lokasinya di Jl. Panglima Polim, Jakarta Selatan. Tapi kata orang-orang terlalu jauh. Akhirnya dipindahkan ke Harmoni, Jakarta Pusat, jaraknya kurang dari seribu meter dari Istana Negara. Maksudnya agar monitoring dan pantau ke Istana bisa mudah dan makin mantap.
Tentang pandang lain dari orang-orang tertentu yang menganggap Rumah Perubahan identik dengan upaya menghimpun massa untuk melakukan gerakan dan aksi untuk menggulingkan SBY, saya katakan masalah seperti itu belum waktunya dibicarakan. Namun saya rasa masyarakat Indonesia ingin perubahan dengan cara damai, mereka tidak ingin ada kekerasan.
Jadi, saat ini saya lebih sering melakukan kesenangan saya yang memang dari dulu sering saya lakukan, yakni berbicara dengan rakyat biasa, dari sopir taksi, tukang ojek, di warung-warung, bell-boy, pedagang kaki lima, pedagang keliling, ke pasar-pasar, dan lain sebagainya. Dan mereka seluruhnya sangat ingin perubahan sesegera mungkin. Saya pernah naik taksi, dia cerita kalau dulu daftarin sekolah anak masuk SMP nggak perlu bayar. Tetapi sekarang mau masuk SD aja bayar sampai Rp.4 Juta, masuk SMP bayar Rp.7 Juta. Sementara, katanya, penumpang taksi makin sedikit, setoran tetap, dan sekarang bensin malah ingin dinaikin lagi harganya.
Suatu ketika, saya juga pernah berbicara dengan seseorang yang bekerja di lepas pantai, saya bertemu dengan dia saat di bandara. Dia mengatakan dia dan keluarga memang hidupnya lumayan meski harus bekerja keras. Tetapi dia tidak terima Indonesia seperti ini, sudah rusak, semua dirampok. Rakyat nggak dapat apa-apa. Dia minta tolong, rakyat kan ingin perubahan tetapi tidak tahu caranya. Tetapi mereka tahu mana yang brengsek, mana yang ngerampokin dan mana yang betul-betul hatinya untuk rakyat. Saya ke mana-mana jadi suka terharu, karena dibebani.
Sehingga sebagai seorang bekas teman dekat SBY, saya ingin mengimbau lebih baik dia mundur baik-baik, secara terhormat. Karena banyak kasus yang terjadi, ini sifatnya kriminal. Bank Century kriminal, kasus Antasari kriminal, kasus manipulasi kriminal, kasus korupsi secara sistemik oleh partai dusta ini juga kriminal. Lebih baik mundur baik-baik sajalah!
Andai SBY mau mundur baik-baik, saya bisa telepon menteri luar negeri Amerika Serikat untuk disediakan pesawat khusus untuk keluarga SBY supaya pindah dan pensiun di Hawaii saja, seperti halnya mantan Presiden Filipina, Marcos. Tetapi kalau beliau (SBY) tidak mau mundur, ya.. saya minta maaf, SBY bisa-bisa jadi Presiden pertama di Indonesia yang diadili, seperti halnya presiden Arroyo di Filipina. Arroyo juga sama, terlibat korupsi, pembunuhan politik, dan sebagainya.
Dan hal ini berpeluang besar terjadi sebagai pembelajaran berharga buat Bangsa Indonesia dan bagi siapa saja yang bersalah, termasuk presiden, harus diadili agar Bangsa Indonesia bisa belajar untuk hati-hati membela presiden yang korup. Selama ini jangan mentang-mentang presiden terus merasa bisa kebal hukum. Hukum itu harus betul-betul adil. Siapa saja, baik itu rakyat kecil, presiden atau orang kaya, kalau dia bersalah, maka harus diadili, sehingga pemimpin Indonesia yang akan datang akan lebih amanah, takut juga kan masuk penjara. Kalau sekarang kan nggak takut masuk penjara. Kalau SBY ngeyel terus, apa yang terjadi? Indonesia bisa semakin hancur.
Coba tengok kasus-kasus korup yang terungkap, misalnya menyangkut Nazaruddin dan Anas, kasusnya dibuka pelan-pelan. Kayak orang kupas apel atau mangga saja. Satu lapis, lapis berikutnya. Nanti pas lapisan paling dalam rakyat Indonesia akan kaget, karena ternyata sampai di Istana Hitam. Rakyat kan sudah tahu, nggak mungkin kasus ini tidak melibatkan kekuasaan yang besar. Nazaruddin sendiri mengaku ke media kan? Makin lama kita makin malu melihatnya sebagai bangsa.
Saya kasih contoh di Jerman, presidennya korupsinya ringan banget, cuma dibayari hotel, tetapi langsung dihebohkan oleh media, dia kemudian malu dan langsung mengundurkan diri. Banyak kalangan intelek yang usul pada saya agar Partai Demokrat dan partai korup lainnya dibubarkan saja karena korupsinya sistemik dan struktural, dari Pembinanya, Ketua Umum sampai ke bawah. Ini supaya Indonesia memberikan shock therapy dan kita belajar di masa yang akan datang. Di luar negeri memang begitu, partai yang sangat korup akan dibubarkan. Saya sendiri belum ambil sikap karena kita nggak ada kekuasaan.
Lalu saya pernah ditanya keseriusan untuk maju sebagai calon presiden, saya jawab, bahwa saya bukan berkeinginan menjadi presiden, tetapi ingin mengubah Indonesia supaya menjadi negara yang makmur dan hebat. Saya percaya, di abad 19 itu abadnya Inggris. Inggris memiliki angkatan laut yang paling hebat. Abad 20 itu abadnya Amerika Serikat, yang memiliki angkatan udara paling canggih, memiliki sistem teleko-munikasi paling hebat dan lembaga keuangan paling dahsyat. Namun abad 21 ini abadnya Asia. Di Asia ini beberapa negara sudah bangkit menjelma menjadi raksasa seperti Jepang, China, Korea dan India. Satu-satunya yang masih tidur dan harus dibangunkan agar berlari secepat mungkin adalah Indonesia. Hahahaaa... memalukan, dan kasihan, negara subur tetapi rakyatnya hidup miskin!
Tetapi saya yakin dengan visi yang betul dan leadership yang benar, kita bisa tumbuh di atas 10 hingga 12 persen per tahun. Kalau itu terjadi, maka berarti setiap tahun enam juta orang akan mendapatkan kerja baru. Otomatis nanti upah akan naik kalau dalam satu tahun ekonominya bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Jadi sekarang ini ambisi saya yang paling besar bukan jadi presiden-presidenan, tetapi mengubah Indonesia menjadi negara yang makmur, negara yang hebat, yang bisa menciptakan lapangan kerja. Secara pelan-pelan, selama ini saya juga turut membantu memperjuangkan jaminan sosial untuk rakyat. Kalau sakit, ada jaminan kesehatan.
Dalam gerakan lainnya, bersama Rieke, Iqbal dan tokoh-tokoh buruh, saya ikut demonstrasi, ikut memperjuangkan idenya di media supaya rakyat kalau sakit bisa mendapatkan jaminan kesehatan. Kalau menganggur ada jaminan pengangguran. Kalau mau beli rumah, cicilannya dibantu. Di luar negeri seperti itu biasa, tetapi belum di dalam negeri. Meski begitu, rakyat yang telah mengerti dan menjiwai perjuangan saya nantinya akan percaya, bahwa saya bisa melakukan semua itu.
Kalau hanya sekadar jadi presiden, semua orang pasti mau jadi presiden agar memiliki kekuasaan yang tinggi. Cuma masalahnya, kekuasaan itu bisa saja disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Tetapi kalau ditanya apa visinya, mau dibawa ke mana Indonesia ini ketika telah menjadi presiden, mampu nggak dalam waktu lima tahun melakukan perubahan supaya rakyat Indonesia bisa lebih sejahtera? Saya rasa nggak ada yang mampu ngomong.
Sekarang Rakyat Indonesia malah ingin dibodoh-bodohi lagi, lihat saja ada calon presiden-presiden iklan, karena mengaku punya modal uang banyak, bisa bayar iklan, bisa bayar televisi, bisa menggaji kader-kadernya, bisa menyumbang tempat-tempat ibadah, bisa membelikan mobil operasional untuk cabang partainya di seluruh daerah. Sekarang terserah sama rakyat Indonesia apakah mau memilih pemimpin iklan atau memilih pemimpin yang punya kompetensi. Dan saya hanya bisa mengingatkan, jangan kecewa apabila nanti buntutnya seperti SBY lagi. Lah wong modalnya di iklan saja, yang hatinya nggak merakyat.
Tentang kondisi yang sangat memprihatinkan seperti saat ini, korupsi di mana-mana, para koruptor masih bisa bepergian dan tersenyum di mana-mana. Sementara ada banyak rakyat yang sengsara karena kemiskinan. Saya nggak tega, kadang saya sampai menangis. Pernah pelayan di restoran di Kediri, dia mencium tangan saya, dia bilang, “Pak, ini sudah tidak benar nih”. Dan ungkapan semacam itu mengganggu pikiran saya.
Saya ke mana-mana terharu, merasa dibebani. Orang seumur saya kan seharusnya bisa jadi penasehat di mana-mana, di dalam dan di luar negeri. Kerjanya rapat dan keliling dunia, jadi anggota dewan komisaris perusahaan dalam dan luar negeri. Saya hampir setiap bulan terima undangan di luar negeri, untuk beri ceramah dan pencerahan atau kasih kuliah.
Jadi kalau saya mau tega-tegaan, ngapain mau pusing-pusing dengan kondisi negara seperti ini. Begini dihormati, diundang ke dalam dan luar negeri, dikasih fasilitas kelas satu. Tetapi, memang jujur, hati ini terasa tak tega, setiap kali saya jalan, saya kan suka naik taksi dan ojek, kalau naik pesawat pun kelas ekonomi, rakyat biasa datang sama saya dan minta tolong dengan mengungkapkan bahwa bangsa ini sudah rusak. Sehingga itu, saya tetap bertekad untuk berjuang agar bisa memperbaiki bangsa dan negara tercinta ini.
Memang betul, saya tak punya partai seperti mereka-mereka yang telah beriklan di televisi yang dengan mudahnya mengajak dan ‘menghipnotis’ pemirsa televisi agar bisa mendukung dirinya pada saat pemilihan presiden. Tetapi meski tak punya partai, saya percaya, apa sih yang nggak mungkin. Kalau kita percaya dengan Kekuasaan Tuhan, maka apa sih yang nggak mungkin? Di Amerika Latin, di Brazil ada presiden dari tokoh buruh, namanya Luiz InĂ¡cio Lula da Silva, nggak ada partainya, tetapi dia bisa terpilih jadi presiden. Sebelumnya selama 1,5 tahun ia berhasil menggabungkan elemen-elemen bangsanya.
Dan selama delapan tahun masa kepemimpinannya, Brazil yang tadinya negara paling banyak utangnya, bisa berkurang. Ia menciptakan lapangan kerja baru bagi 40 juta orang, yang artinya lima juta dalam setahun. Dia berhasil mengurangi kemiskinan. Itu bisa! Sebelumnya, puluhan tahun Brazil dipimpin oleh pemimpin yang mewakili orang-orang kaya. Begitu mereka berkuasa, mereka makin nikmati, mereka makin kaya lagi, lupa diri dan rakyat tidak dapat apa-apa. Baru pertama kali ketika Lula memimpin, dia dari bawah, dari gerakan rakyat, dari jalanan buruh, dia ubah Brazil. Orang Brazil sekarang bangga, jadi negara industri paling hebat, ekspor hand-phone, ekspor mobil dan ekspor pesawat.
Nah, kalau Indonesia kira-kira bisa butuh berubah berapa lama? Kalau pemerintahan orba dulu mematok waktu minimum 25 tahun. Tetapi hingga detik ini di era reformasi kemajuan dan kejayaan belum juga tercapai. Beda dengan di negara-negara Asia lainnya. Setelah hancur akibat perang dunia kedua, Jepang hanya membutuhkan waktu 25 tahun untuk mengejar ketinggalan. Mahathir Muhammad cerita ke saya, dia banyak belajar dari Jepang, dia butuh waktu kurang dari 20 tahun untuk mengubah agar rakyat Malaysia lebih makmur. Sekarang soal kesejahteraan, Malaysia lima kali dari Indonesia.
China butuh waktu 15 tahun untuk mengubah negara yang tadinya miskin, bahkan lebih miskin dari Indonesia. Tetapi pada tahun 1960-an, pendapatan rakyat China yang sebelumnya hanya 50 dolar perorang dan Indonesia 100 dolar perorang. Tetapi sekarang China jauh lebih baik dari Indonesia. Dan semua itu bisa diwujudkan karena hati pemimpinnya memang selalu di rakyat, pemimpinnya berpihak pada rakyat.
Jadi untuk kemajuan negara tergantung pemimpinnya harus komitmen dengan misi-visinya yang perlu dijalankan dan diwujudkan melalui langkah-langkah yang strategis serta tepat.
Ketika saya memangku jabatan (Menko Ekuin) 15 bulan sudah ada perubahan. Kalau ke Padang, ada airport baru, tanya tuh pas zaman siapa dan siapa yang cari uangnya. Palembang juga begitu. Airport Surabaya juga baru. Tadinya cuma proposal saja. Tetapi sebelum saya, hal itu habis didiskusikan selama 10 tahun, tetapi nggak jadi-jadi. Tol Jakarta-Bandung juga tadinya proyek yang nggak jadi-jadi. Tapi saya cuma 1,5 tahun bisa jadi. Dan masih banyak yang lainnya.
Jadi menteri saja dengan waktu 1,5 tahun, Alahmdulillah saya bisa mempersembahkan yang terbaik untuk kepentingan rakyat. Bayangkan kalau jadi presiden, bisa bikin apa. Dan pasti saya optimis! Jadi, Indonesia saat ini amat membutuhkan pemimpin yang ideal untuk memajukan ekonomi bangsa dan negara, bukan pemimpin yang dibungkus dengan iklan. Pemimpin Asia yang besar seperti Lee Kuan Yew dan Mahathir Mohammad. Di Indonesia, pemimpin yang saya kagumi adalah Ali Sadikin, ngomong apa adanya, tidak terlalu banyak ngomong, tetapi bisa memperlihatkan hasil kerjaan yang banyak. Jadi bukan pemimpin yang dibungkus iklan atau pencitraan. Kekuatannya hanya di iklan, ya kira-kira seperti SBY itu dan lainnya.
Di seluruh dunia, memang benar kekuatan uang itu tidak bisa dilawan, kecuali dengan uang yang juga lebih banyak. Tetapi ujung-ujungnya pasti korup lagi, kongkalikong, dan dengan kekuasaan yang telah terlanjur di genggamannya, bisa berbuat apa saja untuk keuntungan diri sendiri.
Tetapi di seluruh dunia, kekuatan uang sesungguhnya bisa dilawan dengan rakyat yang punya passion (tekad dan semangat yang tinggi) dengan seluruh jiwa raga, itu bisa dilawan, bisa dikalahkan. Banyak caranya, yang penting kita garisnya jelas, punya hati nurani untuk rakyat. Saya sendiri hidupnya sudah cukup kok, anak-anak sudah besar, sudah menikah dan bekerja.
Mohon maaf, saya ingin beri dongeng. Yakni konon di Surga, wakil dari bangsa-bangsa datang ke kamar Tuhan, mereka protes karena Tuhan dinilai tidak adil dan menganak-emaskan Indonesia. Dari Australia protes karena sebagian dari tanahnya gurun pasir sehingga mereka tidak cukup air tanah. Untuk mendapatkan air mereka harus menampung air hujan, untuk digunakan di pertanian dan air minum.
Sementara di Indonesia, Tuhan memberi banyak air tanahnya, alamnya hijau dan bagus. Dari negara-negara Skandinavia, Norwegia, Denmark, dan Swedia juga ikut protes karena mereka diberi salju selama 300 hari, sehingga mereka harus belajar menyimpan makanan untuk 300 hari. Mereka hanya bisa menanam 60 hari saja. Sementara di Indonesia, rakyatnya sangat berlimpah makanan sehingga untuk menyimpan makanan dua hari saja tidak mampu.
Akhirnya Tuhan mengaku ‘bersalah’ karena telah menganak-emaskan Indonesia. Tetapi, kata Tuhan, apakah kalian tahu bahwa saya belum pernah memberi mereka pemimpin yang hebat.
Mereka bertanya mengapa Tuhan tidak memberi pemimpin yang hebat untuk Indonesia? Kata Tuhan, karena setiap menjelang Pemilu rakyatnya berdoa agar diberi uang Rp.50 ribu dan Rp.100 ribu. Akhirnya diberilah uang hasil rampokan Century dan dari anggaran negaranya.
Ibu-ibunya dan para gadisnya juga berdoa agar diberi pemimpin yang ganteng, yang gagah, seolah-olah mau mencari pacar. Akhirnya dikasihlah oleh Tuhan pemimpin yang gagah dan ganteng, tetapi penakut, peragu, dan pendusta.
Pesan dari dongeng ini, yakni carilah pemimpin yang benar-benar punya kapasitas dan kompetensi, amanah, dan yang bisa membawa Indonesia menjadi raksasa dunia, yang bisa mengangkat Indonesia dan menyejahterakan Indonesia. Nah, silakan membedakan mana pemimpin gerakan rakyat, dan mana pemimpin gerakan iklan.
Merdeka dan jayalah Indonesia. Jangan takut, karena keinginan perubahan untuk menjadikan negara lebih baik adalah hak seluruh warga negara. Mari wujudkan perubahan demi kemajuan dan kesejahteraan kita bersama!>tp/nt/ams